Gus Dur, Ulama yang Berprofesi Sebagai Wartawan dan Membela Kebebasan Pers Saat Jadi Presiden RI

photo author
- Minggu, 2 Maret 2025 | 20:35 WIB
Abdurrahman Wahid di Kantor TEMPO tahun 1982. Gus Dur bukan hanya Presiden RI ke-4 dan ulama, tetapi juga wartawan yang gigih memperjuangkan kebebasan pers. (Dok. TEMPO)
Abdurrahman Wahid di Kantor TEMPO tahun 1982. Gus Dur bukan hanya Presiden RI ke-4 dan ulama, tetapi juga wartawan yang gigih memperjuangkan kebebasan pers. (Dok. TEMPO)

Setelah kembali ke Indonesia pada 1971, Gus Dur bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), sebuah organisasi yang menghimpun intelektual muslim progresif.

Di LP3ES, Gus Dur menjadi kontributor utama Majalah Prisma, yang dikenal sebagai wadah pemikiran kritis dan progresif.

Gus Dur juga dikenal dekat dengan Majalah Tempo.

Dalam kurun waktu 1975-1992, dia menulis 105 artikel untuk Tempo.

Fikri Jufri, Redaktur Senior Tempo, mengenang bagaimana Gus Dur sering kali menggunakan meja kosong di kantor Tempo untuk menulis.

Baca Juga: Pungli di Kawasan Wisata Waduk Cirata, Pengunjung Kesal Ditarif Parkir di Semak Belukar

Bahkan, Goenawan Mohamad, Pemred Tempo kala itu, sampai menyediakan meja khusus untuk Gus Dur agar tidak "mengkudeta" meja redaksi lainnya.

Gus Dur dan Kebebasan Pers

Karier jurnalistik Gus Dur tidak hanya sekadar menulis.

Dia juga menjadi pembela kebebasan pers yang gigih.

Saat menjabat sebagai Presiden RI ke-4 pada 1999, Gus Dur mengambil langkah berani dengan menghapus Departemen Penerangan (Deppen), yang selama era Orde Baru menjadi alat kontrol pemerintah terhadap media.

Menurut Gus Dur, informasi adalah milik publik, bukan pemerintah.

Baca Juga: Netizen Penasaran, Siapa Sebenarnya Mantan Pacar Bu Guru Salsa yang Menyebarkan Video Viral?

"Deppen itu dosanya memonopoli kebenaran. Padahal informasi itu adalah kebenaran publik. Maka pers itu harus bebas," ujar Gus Dur, seperti dikutip oleh Sabam Leo Batubara, wartawan senior dan mantan Wakil Ketua Dewan Pers.

Gus Dur juga membatalkan Keputusan Menteri Perhubungan yang memindahkan kendali Direktorat Jenderal Radio, Televisi, dan Film (Ditjen RTF) ke bawah Departemen Perhubungan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Enjang Sugianto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Profil KH. Abdul Halim Majalengka

Senin, 14 April 2025 | 07:45 WIB
X