PURWAKARTA ONLINE - Beberapa waktu yang lalu, masyarakat dihebohkan dengan kemunculan kasus polio. Pasien yang terinfeksi adalah seorang anak berusia 4 tahun dengan inisial NO di Purwakarta, Jawa Barat.
Ternyata, pada usia 2 tahun, NO sudah menunjukkan gejala gangguan perkembangan, namun sayangnya orang tuanya kurang mengetahui informasi tersebut sehingga baru terdeteksi saat NO berusia 4 tahun.
Prof Dr dr Hinky Hindra Irawan Satari, Sp.A(K) selaku Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), menanggapi kasus polio yang terjadi di Purwakarta dan Aceh.
"Jadi kalau kita mengambil sinyal itu kan itu pertanda. Kalau dari imunisasi itu kelihatan dampaknya cakupannya meningkat kasusnya menurun," ucap Prof Hinky kepada Wartawan di Jakarta Selatan, Senin (27/3/2023).
"Kalau kasusnya naik itu artinya cakupannya tidak tercapai. Kalau cakupannya tidak tercapai dan numpuk terus, itu kita menuainya sekarang," lanjutnya.
Beliau menyatakan bahwa cakupan imunisasi di Indonesia masih belum mencukupi dan mempengaruhi jumlah kasus polio yang terjadi.
Jika cakupan imunisasi meningkat, maka jumlah kasus polio akan menurun, sedangkan jika jumlah kasus meningkat, maka cakupan imunisasi belum tercapai.
Prof Hinky juga mengkhawatirkan kemungkinan bahwa masih banyak kasus polio di Indonesia yang belum terdeteksi dengan benar di berbagai provinsi karena hanya terdeteksi di puskesmas.
"Kalau kita lihat di Aceh sudah ada, di Purwakarta dalam 2 dan 3 bulan udah ada. Sebenarnya saya khawatirkan di berbagai provinsi lain sudah ada, cuman nggak terdeteksi karena yang mendeteksi adanya di puskesmas," ucap Prof Hinky.
Prof Hinky menekankan pentingnya pemeriksaan polio yang lebih cepat, terutama pada pasien yang mengalami lumpuh, untuk memastikan apakah pasien tersebut terinfeksi polio atau tidak.
Beliau juga meminta agar pemeriksaan polio dilakukan secara menyeluruh dan tidak menunggu adanya kejadian luar biasa (KLB).