PURWAKARTA ONLINE – Polemik kebijakan pendidikan Dedi Mulyadi (KDM) mencuat ke permukaan setelah aktivis pendidikan nasional, Retno Listyarti, menyebut program tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Siapa yang mengkritik?
Retno Listyarti, mantan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan aktivis pendidikan dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), menyatakan bahwa tidak ada dasar hukum yang membenarkan siswa "nakal" ditempatkan di barak militer.
Apa yang dikritik?
Retno mempertanyakan keputusan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang memindahkan siswa bermasalah ke barak militer untuk dibina selama 6 hingga 12 bulan.
“Kewenangan pendidikan hanya dimiliki oleh Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama. Tidak ada porsi untuk militer,” tegas Retno pada Jumat (2/5/2025).
Mengapa kebijakan ini dipersoalkan?
Menurut Retno, program ini bukan hanya tidak sesuai dengan UU Sisdiknas, tapi juga melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
Anak-anak yang berperilaku menyimpang masuk dalam kategori "anak dengan perlindungan khusus" dan seharusnya ditangani oleh lembaga seperti Kemensos atau KemenPPPA, bukan militer.
Apa dampaknya bagi siswa?
Retno mempertanyakan nasib akademik siswa yang dikirim ke barak.
“Kalau mereka tidak dapat nilai di kelas 11, bagaimana bisa naik ke kelas 12?” tanyanya.
Ia menegaskan bahwa siswa tetap memiliki hak akademik yang dijamin oleh undang-undang.