Boikot DPRD Purwakarta Dua Pekan, GMNI Desak Transparansi Legislasi dan Naskah Akademik Dibuka ke Publik

photo author
- Minggu, 14 Desember 2025 | 10:40 WIB
Kantor DPRD Purwakarta, Jawa Barat. GMNI Purwakarta lakukan boikot DPRD selama dua pekan. Mereka menuntut transparansi Propemperda dan pembukaan naskah akademik ke publik. (Dok. Istimewa )
Kantor DPRD Purwakarta, Jawa Barat. GMNI Purwakarta lakukan boikot DPRD selama dua pekan. Mereka menuntut transparansi Propemperda dan pembukaan naskah akademik ke publik. (Dok. Istimewa )

PURWAKARTA ONLINE - Aksi boikot terhadap DPRD Purwakarta belum akan berakhir dalam waktu dekat.

Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Purwakarta memastikan boikot akan berlangsung selama dua minggu penuh.

Boikot ini dipicu oleh penetapan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) yang dinilai tidak transparan dan tidak melibatkan publik secara memadai.

GMNI menilai DPRD Purwakarta telah mengabaikan kewajiban membuka kajian ilmiah kepada masyarakat.

Baca Juga: KADIN Friday Breakfast, James Riady Sebut Ekonomi Indonesia 2026 Tangguh di Tengah Dunia Terfragmentasi

Sejak 9 Desember 2025, GMNI juga menyegel Gedung DPRD Purwakarta sebagai simbol penolakan.

Penyegelan dilakukan selama empat hari berturut-turut dan menjadi perhatian publik.

Menurut Ketua Umum DPC GMNI Purwakarta, Yogaswara, persoalan utama bukan pada jumlah perda yang disusun, melainkan pada kualitas dan dasar ilmiahnya.

Tanpa naskah akademik yang jelas, perda berisiko tidak menjawab kebutuhan riil masyarakat.

Baca Juga: Dari Jalur Ekstrem ke Aman, BRI Topang Flyover Sitinjau Lauik lewat Pembiayaan Rp2,2 Triliun

GMNI menyebut bahwa aturan tentang keterbukaan legislasi sudah sangat jelas.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 secara tegas mengatur pentingnya kajian ilmiah dan partisipasi publik dalam pembentukan peraturan daerah.

Selain itu, Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 juga mengamanatkan bahwa setiap rancangan peraturan daerah harus disertai naskah akademik sebagai dasar pertimbangan.

“Kalau prosesnya tertutup dan tanpa kajian, publik berhak curiga. Ini bukan soal politik praktis, tapi soal masa depan kebijakan daerah,” tegas Yogaswara.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Enjang Sugianto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X