• Rabu, 27 September 2023

Sejarah Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah: Jejak Perjuangan dan Pendidikan Islam di Jawa Barat

- Jumat, 2 Juni 2023 | 17:09 WIB
Pesantren Al Hikamussalafiyah Cipulus, Wanayasa, Purwakarta didirikan tahun 1840 M oleh KH Ahmad bin Kiai Nurkoyyim (Dok Pesantren Cipulus)
Pesantren Al Hikamussalafiyah Cipulus, Wanayasa, Purwakarta didirikan tahun 1840 M oleh KH Ahmad bin Kiai Nurkoyyim (Dok Pesantren Cipulus)

PURWAKARTA ONLINE - Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah, atau lebih dikenal sebagai Pesantren Cipulus, memiliki sejarah panjang yang dimulai dengan pendirian oleh KH. Muhammad Bin KH. Nurkoyyim, yang akrab dipanggil Mama Emed. 

Beliau merupakan salah satu santri dari Maulana Syeikh Yusup (Baing Yusup) Purwakarta, seorang ulama dan pahlawan terkenal di Jawa Barat pada abad ke-19. 

Pesantren sederhana ini didirikan di wilayah Kabupaten Karawang, tepatnya di Wanayasa, yang saat ini menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Purwakarta.

Tujuan utama pendirian Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah adalah menghimpun para santri untuk menyebarkan agama Islam serta membantu perjuangan kemerdekaan pada masa tersebut. 

KH. Muhammad Bin KH. Nurkoyyim (Mama Emed) memimpin pesantren ini sejak tahun 1840 M hingga akhir hayatnya. 

Baca Juga: Pengaktifkan Kurir Shopee Xpress Tanpa Izin: Potensi Kerugian 1,3 Juta Rupiah!

Almarhum KH Adang Badruddin atau Abah Cipulus, Pimpinan Ponpes Al-Hikamussalafiyah Cipulus, salah satu Sya'ir yang ditulis Beliau akan menjadi materi lomba HSN 2022 di Kabupaten Purwakarta
Almarhum KH Adang Badruddin atau Abah Cipulus, Pimpinan Ponpes Al-Hikamussalafiyah Cipulus, salah satu Sya'ir yang ditulis Beliau akan menjadi materi lomba HSN 2022 di Kabupaten Purwakarta (Enjang Sugianto )

Setelah wafatnya Mama Emed, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh beberapa tokoh terkemuka seperti:

  1. KH. Nasyir (1870 M-1900 M)
  2. KH. M. Arief (1900 M-1920 M)
  3. Kyai Sueb (1920 M-1937 M)
  4. KH. Masduki (1937 M-1942 M), dan 
  5. KH. Zainal Abidin (1942 M-1957 M).

Pada tahun 1957 M, pesantren ini menghadapi situasi sulit dan harus bubar karena adanya gangguan keamanan dari DI/TII. 

KH. Zainal Abidin, yang menjadi pimpinan pesantren saat itu, berusaha menyelamatkan keberadaan pesantren dan para santrinya dengan mengamankan diri. 

Setelah situasi aman dari gangguan keamanan DI/TII, putra salah satu pendiri pesantren, KH. 'Izzudin (Ama Cipulus), melanjutkan perjuangan para pendahulunya dalam mengelola pesantren.

Baca Juga: Kabar Kurang Menyenangkan: Gaji ke-13 ASN dan Pensiunan Tidak Cair 100 Persen

Pada tahun 1963 M, KH. 'Izzudin kembali dari ibadah haji dengan tekad kuat untuk menyebarkan dakwah Islam melalui pesantren. 

Dengan semangat itu, beliau mendirikan sebuah rumah ibadah sederhana dan pondokan yang terbuat dari bahan-bahan seadanya, seperti kayu dan anyaman bambu, yang dibuat oleh warga setempat. 

Halaman:

Editor: Enjang Sugianto

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Seminar Nasional Kiyai Desa di Purwakarta

Minggu, 27 November 2022 | 08:00 WIB
X