Purwakarta Online - Sejak Minggu lalu seorang kawan sudah terlihat panik, katanya ia belum punya uang. Saya jadi heran, uang buat apa? Dia bilang untuk Munggahan.
Awalnya saya pikir uang untuk bayar sesuatu, karena ia adalah seorang pengusaha, atau bayar utang mungkin? Pikir saya. Sama sekali saya tidak terpikir untuk Munggahan.
Tapi semakin hari, kok kata 'munggahan' semakin santer dan sering saya dengar.
Baca Juga: Baim Wong tarawih pertama di Purwakarta
Lalu ada kawan waktu SMA telepon saya, katanya dia tadi lewat rumah saya. Kebetulan di rumah saya tidak ada siapa-siapa.
Saya tanya, mau main ke rumah? Dia jawab, nggak, cuma lewat. Katanya, dia mau mampir saja sebentar, karena lagi sama keluarga mertuanya, habis Munggahan di Ciater 2 hari 1 malam. Saya berkata dalam hati, lagi-lagi Munggahan!
Kemarin, datang seorang kawan jauh, dia waktu malam sehari sebelumnya telepon saya, katanya mau ke rumah.
Baca Juga: Awal puasa Baim Wong nyekar, pulang kampung ke Purwakarta
Dia beneran datang, ternyata mau pinjam uang, lagi-lagi buat munggahan. Sayang sekali, kemarin saya tidak punya uang!
Saya panggil istri saya, lalu saya minta maaf tidak bisa Munggahan seperti orang-orang. Untung istri saya mau mengerti, dia bilang tidak apa-apa.
Acara Munggahan kami, rencananya mau nyekar ke makam orang tua saja. Sedangkan Munggahan yang acaranya piknik dan makan-makan tidak bisa kami lakukan.
Baca Juga: Tarawih Pertama Bupati Purwakarta dan harapan berlalunya pandemi
Arti Munggahan
Saya mulai penasaran, apa sih Munggahan itu? Nah, saya mulai browsing di internet. Muncul artikel Wikipedia.
Di Wikipedia, Munggahan disebut sebagai tradisi masyarakat Islam suku Sunda untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan yang dilakukan pada akhir bulan Sya'ban, biasanya satu atau dua hari menjelang bulan Ramadhan.