PURWAKARTA ONLINE, Jakarta - Sejak awal 1900-an para Ulama NU telah 'menyiapkan' kader dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, lalu memutuskan Indonesia akan menjadi 'Negara Islam'.
Melalui pesantren, para Ulama menanamkan patriotisme terhadap para santri, meskipun masih terselubung dalam teks dan bahasa Arab Pegon.
Maka tidaklah mengherankan jika sebelum Indonesia berdiri, NU telah memberikan status negara dan wilayah Nusantara dari sudut pandang agama Islam.
Ini dilakukan jauh sebelum ada perdebatan-perdebatan di BPUPKI dan PPKI pada tahun 1945.
Baca Juga: Komnas HAM duga adanya pelanggaran HAM di kerusuhan Kanjuruhan!
Yang menarik, dalam Muktamar NU tahun 1936 di Banjarmasin, Kalimantan, hasil keputusan peserta kongres atau muktamirin ada yang berjudul “Apakah nama negara kita Indonesia, negara Islam”.
Para peserta melakukan telaah dan istinbath hukum sesuai tradisi NU, yang menghasilkan keputusan, demikian:
Sesungguhnya negara kita Indonesia dinamakan Negara Islam karena pernah dikuasai sepenuhnya oleh orang Islam.
Walaupun pernah direbut oleh kaum penjajah kafir (Belanda), tetapi nama Negara Islam masih selamanya, sebagaimana keterangan dari kitab Bughyatul Mustarsyidin:
Baca Juga: Susunan Pemain Timnas U-17 vs Guam, Indonesia menang besar 14-0
“Setiap kawasan di mana orang Muslim mampu menempati pada suatu masa tertentu, maka kawasan itu menjadi daerah Islam, yang ditandai dengan berlakunya hukum Islam pada masanya. Sedangkan pada masa sesudahnya, walaupun kekuasaan Islam terputus oleh penguasaan orang-orang kafir (Belanda) dan melarang mereka untuk memasukinya kembali dan mengusir mereka. Jika dalam keadaan seperti itu, maka dinamakan darul harb hanya meru pakan bentuk formalnya, tetapi bukan hukumnya. Dengan demikian, perlu diketahui bahwa kawasan Batavia, bahkan seluruh tanah Jawa (nusantara) adalah darul Islam, karena pernah dikuasai umat Islam, sebelum dikuasai oleh orang-orang kafir Belanda” (diputuskan di Banjarmasin, 19 Juli 1936).
Keputusan NU tersebut, diberi penjelasan oleh KH Achmad Siddiq, demikian:
“Pendapat NU bahwa Indonesia (ketika masih dijajah Belanda) adalah Darul Islam sebagaimana diputuskan dalam Muktamar NU di Banjarmasin tahun 1936. Kata Darul Islam di situ bukanlah sistem politik ketatanegaraan, tetapi sepenuhnya istilah keagamaan (Islam), yang lebih tepat diterjemahkan wilayah Islam. Motif utama dirumuskannya pendirian itu adalah bahwa di wilayah Islam, maka kalau ada jenazah yang identitasnya tidak jelas non-Muslim, maka dia harus diperlakukan sebagai Muslim. Di wilayah Islam, maka semua penduduk wajib memelihara ketertiban masyarakat, mencegah perampokan, dan sebagainya. Namun demikian NU menolak ikut milisi Hindia Belanda, karena menurut Islam membantu penjajah hukumnya haram” (dalam Piagam Kebangsaan, hlm. 52).
Artikel Terkait
Kiarapedes jadi yang pertama Konferensi MWC Nahdlatul Ulama di Kabupaten Purwakarta
Susunan Pengurus MWC Nahdlatul Ulama Kecamatan Kiarapedes 2022-2027
Sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama, mulai dari munculnya organisasi Kebangkitan Nasional pada 1908!
Penjelasan mengenai LEMBAGA dan BANOM di Nahdlatul Ulama
Taher, aktivis senior NU di Kiarapedes beri masukan untuk MWC Nahdlatul Ulama Kiarapedes
Latar belakang adanya Hari Santri Nasional (HSN)
Makna Hari Santri Nasional (HSN) Bagi Bangsa Indonesia
Resolusi Jihad 22 Oktober jadi Patokan Hari Santri Nasional (HSN)
Teks RESOLUSI JIHAD 22 Oktober 1945, yang membuat Republik Indonesia tetap merdeka hingga kini! HSN