Cara Bertani Kerajaan Pajajaran, Mengungkap Tradisi Pertanian Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar

photo author
- Rabu, 27 Maret 2024 | 18:05 WIB
Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar Geopark Ciletuh. (instagram/smiling.westjava)
Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar Geopark Ciletuh. (instagram/smiling.westjava)

Purwakarta Online - Pertanian bukan sekadar pekerjaan biasa bagi masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar.

Bagi mereka, bercocok tanam tidak hanya tentang menghasilkan makanan, tetapi juga merawat warisan budaya dan tradisi nenek moyang mereka.

Di balik pepohonan lebat di ketinggian 800-1200 meter di atas permukaan laut, terdapat sebuah komunitas yang melestarikan cara bertani khas yang dapat ditelusuri kembali ke masa kejayaan Kerajaan Pajajaran.

Mengulik Asal Usul Kasepuhan

Kata "Kasepuhan" sendiri berasal dari gabungan "sepuh" yang berarti orang tua atau sesepuh, mengisyaratkan kepemimpinan berdasarkan tradisi nenek moyang.

Baca Juga: Exploring Your Cosmic Personality with Cosmos Persona Test

Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar mendiami wilayah yang diyakini sebagai bagian dari peninggalan kerajaan Pajajaran.

Menurut legenda, ketika kerajaan itu jatuh ke tangan Kesultanan Banten, sebagian pengikut dan keturunan Prabu Siliwangi bersembunyi di wilayah yang kini dikenal sebagai desa adat Ciptagelar.

Perjalanan Turun Temurun

Perpindahan masyarakat Kasepuhan dari satu tempat ke tempat lain merupakan bagian dari sejarah mereka.

Setiap perpindahan diwarnai oleh cerita perlawanan terhadap kekuasaan Kesultanan Banten.

Baca Juga: Tragis! Bayi Ditinggal Sendirian oleh Ibu Selama 10 Hari, Meninggal Dunia karena Kelaparan dan Dehidrasi

Perjalanan ini, menurut cerita turun temurun, adalah upaya untuk menjauhkan diri dari penindasan.

Sejak tahun 1368 hingga sekarang, mereka menempuh perjalanan panjang yang akhirnya membawa mereka menetap di Ciptagelar, Sukabumi, Jawa Barat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Enjang Sugianto

Sumber: Jurnal Adat dan Budaya

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X