KH Nasaruddin Umar: Dari Pesantren Bone ke Panggung Nasional
PURWAKARTA ONLINE - Sosok Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA. kembali menjadi sorotan publik. Dalam survei nasional Poltracking Indonesia tentang satu tahun kinerja pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, nama Nasaruddin mencuat sebagai Menteri Terbaik Kabinet Merah Putih.
Lembaga survei itu menempatkan Menteri Agama ini di urutan pertama tingkat kepuasan publik, yakni 65,7 persen, mengungguli tokoh populer lain seperti Erick Thohir dan Agus Harimurti Yudhoyono.
Bagi banyak orang, hasil itu bukan kejutan. Di balik sosok lembut dan kalemnya, Nasaruddin Umar adalah cermin dari ulama modern yang mampu menjembatani nilai-nilai agama, kebangsaan, dan kemanusiaan lintas iman.
Perjalanan Panjang dari Bone
Nasaruddin Umar lahir di Ujung, Bone, Sulawesi Selatan, pada 23 Juni 1959. Ia tumbuh di lingkungan keluarga yang religius sekaligus berjiwa pergerakan.
Baca Juga: 10 Tahun Hari Santri di Purwakarta, Abang Ijo: Santri Kawal Indonesia Menuju Peradaban Dunia
Sang kakek adalah pendiri Muhammadiyah Sulawesi Selatan, sementara sang ayah, Andi Muhammad Umar, dikenal sebagai pendiri Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sulsel.
“Saya besar di keluarga Muhammadiyah, tapi bapak saya pendiri Ansor Sulsel. Jadi, saya merasa dekat dengan keduanya,” ujarnya dalam sebuah wawancara yang dikutip dari Ngopibareng.id (7/12/2024).
Setelah menamatkan pendidikan dasar di kampung halamannya, Nasaruddin melanjutkan ke Pesantren As’adiyah Sengkang, salah satu pesantren tertua di Sulawesi Selatan. Di sinilah fondasi keilmuan dan spiritualnya dibangun kuat.
Akademisi dan Cendekiawan Dunia
Jejak akademiknya mencengangkan. Setelah meraih gelar sarjana dari IAIN Ujung Pandang (kini UIN Alauddin), ia melanjutkan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, lalu melanglang buana ke universitas bergengsi dunia: McGill University (Kanada), Leiden University (Belanda), dan Sorbonne University (Prancis).
Baca Juga: Geng Motor Garage 26 Purwakarta Beraksi Brutal, 4 Anggota Ditangkap Polisi hingga ke Yogyakarta
Karya ilmiahnya, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran (Paramadina, 1999), menjadi rujukan internasional dalam studi Islam progresif. Ia mematahkan anggapan bahwa tafsir agama tak bisa berpihak pada keadilan gender.
Artikel Terkait
Abang Ijo Hapidin Resmi Pimpin PSI Jabar, Pegiat Pertanian NU Ini Siap Berkontribusi Lebih
Kader Muslimat NU Sumbersari Pimpin Koperasi Desa Merah Putih Melalui Musdesus
Banser NU Ikut Latihan HUT Bhayangkara 2025 di Monas, Meski Panas dan Hujan Tak Surutkan Semangat
Prabowo Subianto: NU dan PKB Suntik Keberanian Saya Hadapi Ketidakadilan di Indonesia!
Harlah PKB ke-27, Prabowo Dapat Suntikan Keberanian dari NU, Petani, dan Buruh
Target PBNU: Bangun 1.000 Dapur MBG di Lingkungan NU, Dimulai dari Pesantren Cipulus Purwakarta
PBNU Bangun Dapur MBG di Pesantren Cipulus Purwakarta, Target 1000 Titik di Lingkungan NU
Dimulai dari Cipulus, PBNU Bangun Dapur MBG di 1.000 Titik Pesantren dan Sekolah NU Se-Indonesia
Purwakarta Jadi Titik Awal, PBNU Resmikan Dapur MBG dan Konsolidasi Syuriyah NU se-Jawa Barat
Ketua NU Purwakarta: Jangan Seret Nama Besar, Hukum Harus Adil dalam Kasus Kuota Haji