PURWAKARTA ONLINE - Dalam hitungan minggu, nama Purbaya Yudhi Sadewa melejit.
Dari seorang ekonom yang dulu jarang tampil di televisi, kini ia jadi buah bibir publik dan analis pasar.
Fenomena ini bahkan punya nama sendiri: “Purbaya Effect.”
Istilah itu pertama kali muncul di kalangan analis keuangan setelah pasar menunjukkan reaksi positif terhadap kebijakan fiskal agresif Purbaya sejak ia dilantik sebagai Menteri Keuangan pada 8 September 2025.
Baca Juga: Budi Arie Ingin Gabung Gerindra, Pengamat: Gerindra Mungkin Tak Akan Terbuka Seperti Dulu
“Purbaya Effect” menggambarkan pergeseran ekspektasi pasar, dari pesimistis menjadi optimistis.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik, obligasi negara menguat, dan dana investor mulai kembali ke sektor riil.
Katalis utamanya? Kebijakan berani Purbaya, menyalurkan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun ke bank-bank BUMN untuk memperkuat likuiditas dan penyaluran kredit.
Kebijakan ini dinilai lebih progresif dibanding pendahulunya yang cenderung konservatif.
Baca Juga: Begini Proses Panjang Penentuan Sekda Purwakarta, Tak Bisa Sembarangan
Bukan hanya soal kebijakan, tapi juga cara komunikasinya.
Gaya bicara Purbaya yang terbuka dan lugas dinilai membangun kepercayaan publik dan pelaku pasar.
Dalam beberapa kesempatan, ia bahkan berani menegur pejabat tinggi yang lamban menyerap anggaran.
Meski begitu, “Purbaya Effect” juga menuai debat.