news

APBD Minus: Defisit “Normalisasi Negatif” di Daerah yang Tak Lagi Bisa Diam

Sabtu, 13 September 2025 | 07:40 WIB
Investor saham, Benny Batara Hutabarat alias Bennix. Defisit “Normalisasi Negatif” di Daerah yang Tak Lagi Bisa Diam (Dok. YouTube Bennix)

Ketika defisit APBD terjadi terus-menerus, ada beberapa dampak yang tak bisa diabaikan:

  • Layanan publik terganggu jalan rusak, drainase buruk, sekolah dan puskesmas kekurangan fasilitas, pelayanan publik melambat.
  • Kenaikan pajak lokal atau tarif layanan — sebagai langkah menusuk masyarakat agar daerah tetap bisa bayar. Bisa terjadi kenaikan PBB, retribusi, tarif-punikan, bahkan pungutan tambahan.
  • Korupsi dan penyalahgunaan semakin gampang muncul — bila pengawasan lemah, dan daerah kekurangan dana namun tetap harus jalan.
  • Ketimpangan antar daerah makin besar — daerah yang PAD-nya tinggi bisa bertahan, daerah PAD-nya rendah makin susah menjaga stabilitas keuangan dan pelayanan dasar.

Baca Juga: Mengerikan! Tsunami dari Langit 14 Tewas dalam Banjir Bali, Kota Lumpuh, Rakyat Menangis

Beberapa daerah sudah mulai bergerak: mencoba mengoptimasi pendapatan asli daerah, melakukan inovasi ekonomi lokal, memberdayakan UMKM, memanfaatkan potensi wilayah pariwisata, pertanian, sumber daya alam lokal, wisata desa, dll.

Namun tanpa dukungan kebijakan pusat yang jelas, usaha itu seperti menanam biji di tanah keras.

Pemerintah pusat punya peran penting: jangan hanya melihat angka TKD sebagai beban anggaran, tapi sebagai tanggung jawab bersama untuk menjaga pemerataan pembangunan.

Pemangkasan TKD harus proporsional, dengan melihat kapasitas fiskal setiap daerah jangan semua daerah diperlakukan sama saat kemampuan dan potensi mereka jelas berbeda.

Baca Juga: Menkeu Baru Purbaya Dapat Peringatan Global: Jangan Terjebak Belanja Sosial Berlebihan!

APBD yang minus bukan hanya soal angka keuangan. Ia soal harga diri daerah, soal harapan rakyat kecil, soal kepercayaan bahwa negara hadir bukan hanya sebagai pemberi, tetapi sebagai fasilitator kemandirian.

Jika dibiarkan, defisit yang “dibenarkan” akan jadi standar rendah. Daerah tak lagi mengejar pelayanan, tapi hanya bertahan.

Sudah saatnya kita ubah narasi: APBD bukan alat biar pejabat cukup hidup, tapi instrumen agar rakyat sejahtera.***

Halaman:

Tags

Terkini