PURWAKARTA ONLINE - Tanggal 10 September 2024 diprediksi akan menjadi momen penting dalam sejarah perdebatan akademis di Indonesia. Di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, dua kubu besar akan berhadapan dalam sebuah debat terbuka yang telah lama dinantikan oleh masyarakat luas. Tokoh sentral dalam perdebatan ini adalah KH. Imaduddin Utsman al-Bantani, yang dikenal dengan keberaniannya mempertanyakan nasab Ba’alawi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.
Siap Melawan 20 Orang Sendirian
Kiai Imad, dalam wawancaranya yang diunggah di akun YouTube Jagad Luk Pitu pada 25 Agustus 2024, menyatakan kesiapannya untuk berdebat dengan 10 hingga 20 orang dari kubu Ba’alawi. Ia tidak gentar menghadapi banyaknya lawan yang akan dihadapi. “Saya enggak usah banyak-banyak, untuk masalah nasab dan sejarah cukup saya saja,” tegasnya.
Dalam perdebatan ini, Kiai Imad juga mengajukan Dr. Sugeng Sugiharto sebagai ahli dalam tes DNA untuk mendukung argumennya. Ia menegaskan bahwa Dr. Sugeng adalah orang yang tepat untuk berbicara mengenai ilmu DNA, yang menjadi salah satu aspek penting dalam pembahasan nasab Ba’alawi.
Mengapa UIN Walisongo?
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, mengapa Kiai Imad memilih UIN Walisongo sebagai tempat perdebatan? Menurutnya, UIN Walisongo adalah tempat yang netral dan memiliki kredibilitas akademis yang tinggi. “Kalau mau debat dan diskusi dengan saya, gunakan momentum di UIN Walisongo itu, tanggal 10 September,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Namun, bukan tanpa alasan Kiai Imad menolak untuk berdebat di tempat lain seperti Rabitah Alawiah. Ia mengungkapkan bahwa sebelum acara, sudah banyak pihak yang mencoba mencegahnya untuk datang ke sana. “Belum apa-apa sudah banyak yang SMS kepada saya, jangan datang, jangan datang, jangan datang,” ungkapnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat, apakah ada sesuatu yang ingin ditutup-tutupi oleh pihak tertentu?
Diskusi Ilmiah atau Pembenaran?
Kiai Imad menegaskan bahwa tujuan utama dari perdebatan ini bukan untuk mencari kemenangan semata, tetapi untuk mencari kebenaran melalui diskusi ilmiah. Ia mengajak pihak Ba’alawi untuk berdebat dengan tenang, berbasis kajian yang mencerahkan. “Kita diskusi dengan santai, dengan ilmiah, dengan berbasis kajian yang mencerahkan. Bukan untuk mencari pembenaran saja, tapi betul-betul mengkaji secara ilmiah,” tegasnya.
Menurut Kiai Imad, jika memang pihak Ba’alawi yakin dengan argumen mereka, maka tidak ada alasan untuk menolak debat terbuka ini. “Saya kira itu lebih elegan, lebih kesatria, lebih bisa dipercaya oleh masyarakat,” ujarnya lagi.
Tantangan Terbuka untuk Kebenaran
Debat ini tidak hanya menjadi ajang adu argumen, tetapi juga menjadi ujian bagi kedua belah pihak dalam mempertahankan keyakinan mereka di hadapan publik. Kiai Imad, dengan tesisnya yang kontroversial tentang nasab Ba’alawi, siap menerima semua pertanyaan yang diajukan oleh pihak lawan. Di sisi lain, para pendukung Ba’alawi, yang telah lama mempertahankan nasab mereka sebagai keturunan Nabi, juga memiliki argumen-argumen kuat yang siap mereka paparkan.
Kita tunggu bersama bagaimana debat ini akan berlangsung. Apakah ada yang takut terbongkar? Ataukah ini akan menjadi momen pencerahan bagi semua pihak yang terlibat? Yang jelas, masyarakat menantikan hasil dari perdebatan ilmiah yang penuh tantangan ini. Jangan lewatkan momentum penting ini pada 10 September 2024 di UIN Walisongo, Semarang.***