Film Gowok Kamasutra Jawa, Film Sensasional yang Bongkar Tradisi Seks Lelaki Jawa dan Perempuan Guru Seks Tahun 1400-an

photo author
- Rabu, 11 Juni 2025 | 08:32 WIB
Gowok: Kamasutra,  film baru Hanung Bramantyo yang buka tabir kelam profesi perempuan pengajar seks (MVP Pictures)
Gowok: Kamasutra, film baru Hanung Bramantyo yang buka tabir kelam profesi perempuan pengajar seks (MVP Pictures)

Purwakarta Online - Film terbaru Hanung Bramantyo, Gowok: Kamasutra Jawa, menyajikan sesuatu yang belum pernah diangkat secara terang-terangan oleh film Indonesia sebelumnya.

Dengan judul yang menggelitik, film ini justru mengejutkan karena berani mengupas sejarah dan seksualitas dalam budaya Jawa dari sudut pandang feminisme dan humanisme, bukan sekadar eksploitasi.

Sebagaimana kita tahu gawok adalah kisah tentang profesi kuno yang dijalani perempuan Jawa: menjadi guru seks bagi calon pengantin pria.

Pekerjaan ini sudah ada sejak abad ke-15, dipercaya merupakan hasil akulturasi budaya China dan Jawa.

Baca Juga: Video Diduga Milik Its Anggi Bocor dan Viral di Terabox, Waspada Malware dan Risiko Hukum

Film ini Tujuannya untuk Membentuk “lelananging jagad” laki-laki ideal yang mampu membahagiakan istrinya, secara fisik dan emosional.

Film ini mengambil latar waktu antara 1955–1965, saat Nyai Santi, seorang gowok kawakan, mengajarkan para pemuda tentang seni kepuasan batin dan ragawi dalam pernikahan.

Tradisi yang jawa yang sudah kuno ini dijalani dalam kerangka budaya dan spiritualitas yang rumit.

Jika dibandingkan dengan film Hanung sebelumnya seperti Tuhan, Izinkan Aku Berdosa (2023), Gowok jauh lebih lugas dalam menghadirkan posisi moral di antara isu abu-abu.

Baca Juga: Foto Viral Kades Kendalkemlagi dan Sekdes Cantik di Kamar Hotel, Diduga Terlibat Skandal Perselingkuhan

Dalam film ini ada adegan dewasa terutama terkait tubuh perempuan dan pendidikan seksual dalam budaya patriarkal.

Film ini tidak hanya memperlihatkan hubungan intim, tapi mengangkat wacana sosial soal peran dan kuasa perempuan dalam tradisi.

Dengan rating 21+, film ini menghadirkan adegan kekerasan dan trauma, namun tidak menjual sensualitas murahan.

Dalam film ini penonton akan diajak merenungkan peran perempuan, cinta, dan pernikahan dari sudut budaya Jawa yang sering dianggap tabu.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Dadan Hamdani

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X