Film Pengepungan di Bukit Duri Karya Joko Anwar Bongkar Borok Pendidikan Indonesia di Pasar Internasional!

photo author
- Jumat, 18 April 2025 | 09:25 WIB
Film Pengepungan di Bukit Duri. (Foto/TL YouTube Cinema21.)
Film Pengepungan di Bukit Duri. (Foto/TL YouTube Cinema21.)

PURWAKARTA ONLINE - Jagat perfilman Indonesia kembali menorehkan tinta emas di kancah internasional.

Sutradara visioner Joko Anwar baru saja meluncurkan karya terbarunya yang provokatif, "Pengepungan di Bukit Duri," dengan judul mendunia yang tak kalah mencekam: "The Siege at Thorn High."

Film yang mulai menghantui layar bioskop Tanah Air sejak 17 April 2025 ini, ternyata menyimpan bom waktu isu sosial yang siap meledak di mata penonton global.

Bukan sekadar film aksi biasa, "The Siege at Thorn High" dengan berani mengangkat tabir gelap dunia pendidikan Indonesia yang selama ini mungkin kita sangkal.

Baca Juga: Film Baru Karya Joko Anwar, Pengepungan di Bukit Duri Gemparkan Layar Lebar!

Melalui lensa seorang guru pengganti bernama Edwin (diperankan apik oleh Morgan Oey) yang mencari keponakannya di SMA Duri sebuah sekolah yang digambarkan sebagai "buangan" dan sarang kekerasan Joko Anwar mengajak kita menyelami jurang permasalahan yang menggerogoti fondasi bangsa.

Pernyataan keras Joko Anwar bahwa film ini adalah "potret singkat dari semua permasalahan yang terjadi di Indonesia" sontak membuat bulu kuduk merinding.

Budaya kekerasan yang merajalela di kalangan remaja, ketidaksejahteraan para pahlawan tanpa tanda jasa (guru), hingga dampak mengerikan dari diskriminasi sosial, semuanya diramu menjadi sebuah thriller yang tak hanya menegangkan, namun juga memaksa kita untuk bercermin.

Morgan Oey sendiri tak kalah vokal dalam menyuarakan pesan mendalam film ini.

Baca Juga: Arisan Bodong Purwakarta, Modus Licik Ayu Rahayu Tipu Ratusan Korban hingga Rp1 Miliar

Aktor karismatik ini dengan tegas menyatakan bahwa film ini menyoroti bagaimana negara selama ini abai terhadap dampak diskriminasi dan trauma yang dialami oleh individu.

"Diskriminasi bukan saja rasial, tetapi juga adanya ketidakadilan sosial yang terjadi. Semoga film ini bisa menjadi pembuka banyak ruang diskusi dan bisa acknowledge satu sama lain," ujarnya penuh harap.

Lebih jauh, Joko Anwar bahkan berani mengaitkan budaya kekerasan dan korupsi yang mengakar di Indonesia dengan "gagalnya sistem pendidikan."

Dengan menjadikan sekolah sebagai latar sentral cerita, sang sutradara seolah ingin membenturkan kita pada realita pahit bahwa institusi yang seharusnya menjadi kawah candradimuka generasi penerus bangsa, justru menjadi arena pertarungan dan ketidakadilan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Dadan Hamdani

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X