Purwakarta Online - Pada abad ke-XVI, kehidupan ekonomi kerajaan Pajajaran mencapai puncaknya, ditandai oleh jaringan perdagangan regional dan internasional yang memengaruhi perkembangan budaya, politik, dan ekonomi di Nusantara.
Dalam konteks ini, Cirebon dan Sunda Kelapa (sekarang Jakarta) memainkan peran sentral sebagai kota pelabuhan dan pusat perdagangan di Jawa Barat.
Jalur pelayaran dan jaringan perdagangan regional maupun internasional tidak hanya menjadi aspek sejarah, tetapi juga landasan bagi pertumbuhan ekonomi.
Menurut J.C van Leur, studi sistematis kehidupan sosial-ekonomi pada masa lalu memberikan wawasan penting untuk pemahaman sejarah Indonesia.
Baca Juga: Dihubungi 'EasyCash', Agustina Kena Tipu Pinjaman Online
Dengan lautan sebagai jalur perdagangan, pulau-pulau Indonesia menjadi pusat pertumbuhan kebudayaan dan ekonomi.
Pada abad pertama hingga akhir abad ke-XVI M, kerajaan Hindu-Buddha seperti Sriwijaya dan Majapahit menjalin jaringan perdagangan internasional, khususnya dengan India dan Tiongkok.
Keberhasilan perdagangan ini turut membangun kerajaan-kerajaan kota, yang memiliki bandar-bandar besar sebagai pusat perdagangan dan legitimasi kekuasaan raja.
Meskipun Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran pada abad ke-XVI, Kerajaan Sunda Pajajaran tetap bertahan hingga tahun 1579, dengan ibukota Pakuan yang berlokasi di Bogor.
Baca Juga: Gus Dur: Pelajarilah Ilmu Nike Ardilla, Agar Lebih Dekat Kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Pakuan Pajajaran menjadi negara-kota yang strategis dalam perkembangan perdagangan internasional, terutama di pantai utara Jawa Barat.
Menurut catatan Tome Pires, pada awal abad ke-XVI, Kerajaan Sunda masih dominan di Jawa Barat, dengan Kalapa (Sunda Kelapa) sebagai pelabuhan terbesar.
Sunda Kelapa memainkan peran sentral dalam perdagangan internasional, berinteraksi tidak hanya dengan kerajaan sekitarnya, tetapi juga dengan Kesultanan Malaka dan Pulau Maladewa.
Pada tanggal 21 Agustus 1522, Raja Sunda bernegosiasi dengan Gubernur Portugis di Malaka, menetapkan kewajiban Sunda untuk menyediakan 1.000 bahar lada setiap tahun sebagai bagian dari perjanjian perdagangan.