PURWAKARTA ONLINE – Komunitas Pemuda Agra Mandiri dari Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, menggelar diskusi dan edukasi petani kopi pada Kamis, 19 Juni 2025. Bertempat di Saung Bah So’un, Kampung Cikandang, Desa Sukamulya, acara ini mengangkat tema “Kolaborasi dan Optimalisasi Potensi Kopi sebagai Komoditi Unggulan Daerah”.
Ketua Komunitas Agra Mandiri, Enjang Permana, bersama sekretarisnya, Diki Setiawan alias Coki, memimpin kegiatan ini dengan semangat kolaboratif. Mereka ingin mengenalkan kopi sebagai potensi baru yang bisa disandingkan dengan sektor wisata alam yang sudah populer di wilayah ini, seperti Gunung Parang dan Gunung Bongkok.
Narasumber dan Peserta dari Berbagai Pihak
Acara ini menghadirkan Mardani Dika Kusuma alias Gepeng, pemilik usaha Kopi Poesaka dari LMDH Giri Pusaka, Desa Pusakamulya, Kecamatan Kiarapedes. Hadir juga Asep Rahmat Saleh Setiaji, SH, selaku Pembina LMDH Giri Pusaka.
Dukungan datang dari berbagai pihak, seperti perwakilan Kecamatan Tegalwaru, Dinas Pariwisata, Bank BJB, PLN, hingga Perum Perhutani. Tak ketinggalan, LPPNU Purwakarta melalui Enjang Sugianto dan Indra Purnama Sambas turut menyoroti pentingnya pembangunan pasar sebagai langkah awal pengembangan kopi.
Potensi Lahan Kopi di Tegalwaru
Koordinator Penyuluh Pertanian BPP Tegalwaru, Acep Hanan, menyampaikan bahwa lahan kopi di wilayahnya berada di ketinggian rata-rata 500 meter di atas permukaan laut (MDPL). Kopi yang banyak ditemukan adalah jenis robusta, namun belum dikelola secara monokultur. Ia menyebut kopi tumbuh di desa-desa seperti Sukamulya, Pasanggrahan, Cisarua, Karoya, Warung Jeruk, dan Galumpit.
"Sejak 2024 sudah ada rencana pengembangan kopi, tapi fokus pemerintah masih pada ketahanan pangan," ungkap Acep.
Meski begitu, Acep mengakui bahwa semangat pemuda Tegalwaru telah memulai langkah positif. “Kopi ini bisa berkembang seperti di Kiarapedes dan Darangdan,” tambahnya.
Cerita Rakyat dan Sejarah Kopi Gunung
Ketua LMDH Tani Mulya, Haji Saefuloh, menyebut wilayah hutan produksi di Gunung Parang dan Gunung Bongkok dulunya digunakan untuk menanam kayu milik Perhutani, seperti mahoni, jati, dan samoja. Kini, pemuda mencoba menghidupkan kembali potensi pertanian kopi di bawah tegakan pohon-pohon tersebut.
Ia juga membagikan kisah rakyat tentang Gunung Parang yang disebut “gunung barang” oleh warga Karawang, karena konon saat perang dunia ke-2, tentara Jepang menyembunyikan harta di gua bawah gunung itu. Sementara Gunung Bongkok punya legenda telapak kaki raksasa yang diduga milik pemancing raksasa zaman dulu.
Dorongan dari Pemerintah dan Dinas Pariwisata
Kepala Bidang Pariwisata Disporaparbud Purwakarta, Odod, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor.
Artikel Terkait
Rekor Kopi Jawa di Pasar Lelang Amsterdam Tahun 1711, Dari Bantaran Ciliwung ke Pasar Dunia
Klarifikasi KRPH, Bagi Hasil Agroforestri Kopi di LMDH Giri Pusaka Purwakarta
Perkembangan Kopi di Pusakamulya, Purwakarta: Dari Vakum Hingga Bangkit Kembali
UMKM Kopi Serius Pangan Nusantara Go Global Berkat Dukungan BRI
Potensi Ekonomi Desa di Kecamatan Kiarapedes: Kopi, Manggis, dan Warisan Budaya Lokal
Potensi Ekonomi Kecamatan Kiarapedes Kalau Harus Memilih Satu, Manggis atau Kopi? Ini Jawaban Ketua BPD Desa Pusakamulya
Dari Kopi Sampai Manggis, Desa di Kaki Gunung Ini Makin Berdaya Terutama Desa Ini!
Kopi hingga Wisata Edukasi, Potensi Ekonomi Desa Pusakamulya di Kecamatan Kiarapedes Meningkat
UMKM Kopi Binaan BRI Tembus Pasar Amerika di Specialty Coffee Expo 2025, BBRI Dukung Ekspansi
Koperasi Giri Pusaka Purwakarta, Fokus Pertanian Kopi dan Wisata Hutan