Menurut penelitian Basor dkk., praktik itu mencerminkan pencarian spiritual yang selaras dengan nilai-nilai Islam, khususnya dalam tasawuf.
Di tempat itu pula Prabu Siliwangi diyakini berdoa, merenung, dan mencari pemahaman tentang Tuhan yang satu.
Baca Juga: Harga Sayuran dan Cabai 10 November: Cabe Rawit Mulai Naik, Tomat Turun Tajam p
Air Citarum dipilih bukan tanpa alasan. Dalam simbolisme Sunda, air adalah lambang kesucian, ketenangan, dan kehidupan.
Maka menyucikan diri di sumber air berarti menempuh jalan untuk membersihkan jiwa dari segala keserakahan dunia.
Dari Ritual ke Tauhid
Menariknya, laku spiritual Prabu Siliwangi tidak berhenti pada ritual belaka. Ia adalah proses transformasi batin.
“Tapa dan penyucian diri Prabu Siliwangi menunjukkan upaya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan cara memahami makna hidup,” tulis Basor dkk. dalam jurnal tersebut.
Dengan cara itu, Prabu Siliwangi bisa dipandang sebagai figur yang menembus batas zaman. Ia bukan hanya raja duniawi, tapi juga pencari Tuhan.
Melalui tapanya di Citarum, Prabu Siliwangi membuka jalan bagi harmoni antara tradisi lokal Sunda dan ajaran Islam, sebuah bentuk dakwah kultural yang lembut dan berakar pada tanah sendiri.
Islam Datang dengan Damai
Dalam sejarah, Prabu Siliwangi dikenal toleran terhadap ajaran Islam.
Ia bahkan menikahi Subang Larang, seorang bangsawan Muslimah, dan membebaskan anak-anaknya memeluk Islam.
Baca Juga: KUR BRI Dongkrak Omzet UMKM hingga Double Digit, Bukti Ekonomi Kerakyatan Terus Tumbuh