pendidikan

Prabu Siliwangi Menganut Agama Apa? Mengurai Jejak Sejarah, Folklor, dan Spiritualitas Sang Raja Sunda

Selasa, 11 November 2025 | 09:15 WIB
Ilustrasi Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi menganut agama apa? Kajian ilmiah ungkap spiritualitas, islamisasi Sunda, dan perjalanan batin sang raja. (Dok. Istimewa)

Namun, sejarah formal Pajajaran justru mencatat Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja) sebagai raja dengan komitmen kuat terhadap tradisi leluhur Hindu-Sunda.

Jadi, benarkah beliau Muslim? Atau hanya berinteraksi dengan Islam?

Jawaban ilmiahnya lebih halus: spiritualitasnya bersifat akulturatif, tidak ekstrem, dan fleksibel.

Sikap Toleran: Bukti Pendekatan Spiritual Terhadap Islam

Penelitian Basor dkk. mencatat bahwa Prabu Siliwangi tidak menolak Islam, justru memberi ruang bagi putra-putrinya untuk memeluk agama itu dan menyebarkannya di wilayah Sunda. Dalam konteks abad ke-15, sikap ini sangat revolusioner.

Beliau:

  • Menikahi Subang Larang, seorang Muslimah.
  • Mengizinkan anak-anaknya dididik oleh ulama besar Syekh Datuk Kahfi.
  • Merestui kiprah Walangsungsang dalam membangun Cirebon sebagai pusat dakwah Islam.
  • Menyaksikan cucunya, Sunan Gunung Jati, menjadi salah satu Wali Songo.

Baca Juga: Masuk Daftar Usulan Pahlawan Nasional, Cak Imin Sebut Demokrasi Indonesia Kuat karena Gus Dur

Namun, di sisi lain, sebagai raja, ia tetap menjaga tradisi kabuyutan, ritual leluhur, dan struktur keagamaan Pajajaran yang bercorak Hindu-Sunda.

Ini memberikan gambaran bahwa agama baginya adalah ruang pencarian, bukan sekadar label formal.

Laku Tapa dan Penyucian Diri: Jalan Spiritual ala Sunda yang Selaras dengan Tasawuf

Salah satu temuan penting jurnal ini adalah hubungan antara ritual tapa Prabu Siliwangi dan simbolisme mata air Citarum.

Peneliti menemukan bahwa Prabu Siliwangi melakukan meditasi dan penyucian diri di hulu Sungai Citarum, khususnya di kawasan Situ Cisanti, Gunung Wayang .

Ritual itu bukan sekadar mandi, tetapi proses spiritual:

  • melepas ego,
  • membersihkan hati,
  • memahami hakikat hidup,
  • dan mendekatkan diri pada nilai-nilai ketauhidan.

Baca Juga: Kisah Lengkap Balita Hilang di Makassar yang Ditemukan di Jambi, Terduga Pelaku Akui Jual Anak Rp3 Juta

Pemelihara situs (Atep), generasi ketujuh penjaga tradisi, menjelaskan tata cara ritual ini, termasuk berendam tiga kali dan berkumur tiga kali, sebuah simbol penyucian diri, bukan permohonan pada selain Tuhan.

Halaman:

Tags

Terkini