PURWAKARTA ONLINE - Apa jadinya jika kreativitas di internet berujung jeruji? Kasus viral seorang mahasiswi yang terancam pidana karena membuat meme politik kembali menyentak kesadaran publik.
Meme, yang awalnya dianggap hiburan atau kritik ringan, kini menjadi ancaman serius di mata hukum.
Apakah ini pertanda demokrasi digital Indonesia sedang dalam bahaya?
Kasus Meme yang Jadi Jerat Hukum
Belakangan ini, publik dikejutkan oleh laporan polisi terhadap mahasiswi ITB yang membuat meme satir berisi potret digital Prabowo-Jokowi dalam pose "mesra".
Meme tersebut memantik perdebatan—ada yang menganggapnya lucu dan kritis, namun sebagian lain menilainya melecehkan dan melanggar etika.
Baca Juga: Prabowo-Jokowi 'Mesra' dalam Meme: Kritik Visual yang Berujung Jeruji
Alih-alih menjadi bahan diskusi publik, meme itu justru menjadi bukti hukum yang menyeret pembuatnya ke penyelidikan pidana. Ancaman hukuman? Nyata.
Demokrasi Digital yang Rawan Tercekik
Internet seharusnya memperluas ruang dialog dan partisipasi warga. Namun, kenyataan di Indonesia berkata lain.
Kritik yang disampaikan lewat meme, karikatur, atau konten digital lain kerap dianggap ancaman ketertiban atau penghinaan.
Pasal-pasal karet seperti pencemaran nama baik, penyebaran kebencian, hingga perusakan martabat, mudah digunakan untuk menjerat ekspresi publik—terutama yang menyasar tokoh politik.
Kebebasan Berekspresi Semakin Terancam
Kebebasan berekspresi dijamin konstitusi. Tapi sayangnya, implementasi di lapangan tidak selalu sejalan. Banyak konten kreatif yang berbentuk satire, meme, atau AI-generated art malah dianggap kriminal.