Ketika SMAN 10 Samarinda Harus Berebut Tempat Belajar di Tanah Milik Negara

photo author
- Senin, 30 Juni 2025 | 09:05 WIB
Ilustrasi (Pixabay )
Ilustrasi (Pixabay )

PURWAKARTA ONLINE – Di balik deretan prestasi SMAN 10 Samarinda sebagai sekolah unggulan, tersimpan kisah getir tentang perjuangan mempertahankan ruang belajar.

Bukan karena kurang fasilitas, tapi karena harus berebut hak atas tanah yang sejatinya milik negara.

Sudah lebih dari dua dekade polemik ini bergulir.

Dari kerja sama yang retak, pengusiran sepihak, hingga keputusan hukum yang berkali-kali menguatkan posisi pemerintah.

Semua bermuara pada satu hal: SMAN 10 harus kembali ke Kampus A di Jalan HAM Rifaddin, Samarinda Seberang.

Akar Masalah: Kerja Sama yang Berubah Arah

Pada tahun 1994, Dinas Pendidikan Kaltim menjalin kerja sama dengan Yayasan Melati.

Kerja sama itu bertujuan membangun fasilitas pendidikan yang lebih baik.

Namun pada tahun 2010, kerja sama dihentikan secara resmi oleh Pemprov Kaltim.

Sayangnya, yayasan tetap bertahan.

Bahkan mengklaim lahan dan bangunan di Kampus A sebagai milik mereka, padahal pembangunan sepenuhnya didanai oleh APBD dan APBN.

SMAN 10 Dipindah: Dari Sekolah Unggulan ke Lokasi Sempit

Pada 2014, SMAN 10 dipindahkan ke Kampus B, Jalan PM Noor.

Lokasinya sempit, tidak layak untuk sekolah bertaraf unggulan.

Guru dan siswa harus menanggung beban perpindahan ini, tanpa jaminan hukum yang pasti.

Kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Adi Mulyadi

Sumber: Dari berbagai sumber

Tags

Rekomendasi

Terkini

X