Putranya, Raden Walangsungsang, mendirikan Kesultanan Cirebon dan ikut mempercepat proses Islamisasi di Tatar Sunda.
Sikap terbuka itu memperlihatkan bahwa Prabu Siliwangi memahami Islam tidak dengan kekuasaan, tapi dengan penghayatan spiritual.
Ia tidak menolak, tapi mencari esensinya melalui jalan tapa.
Warisan Batin Seorang Raja
Kini, jejak spiritual itu masih hidup di Situ Cisanti, tempat tujuh mata air yang menjadi hulu Sungai Citarum.
Di sana terdapat sebuah kolam yang dipercaya sebagai tempat pemandian Prabu Siliwangi.
Masyarakat sekitar masih menjaga kesakralan tempat itu, melakukan ritual penyucian diri tanpa mengandung unsur syirik.
Bagi masyarakat Sunda, kisah itu bukan mitos kosong.
Ia adalah cermin hubungan manusia dengan alam dan Tuhan, sebagaimana diajarkan dalam banyak nilai Islam dan Sunda.
Prabu Siliwangi telah meninggalkan pelajaran abadi bahwa jalan menuju Tuhan tidak selalu harus melalui perang dan kekuasaan, tapi juga lewat penyucian hati, pengendalian diri, dan cinta kepada alam.
Laku tapa Prabu Siliwangi di mata air Citarum bukan legenda kosong, tapi simbol pencarian makna hidup.
Baca Juga: Disabilitas Asal Purwakarta Dihakimi Massa di Karawang hingga Koma, Kini Justru Dituduh Mencuri
Ia menunjukkan bagaimana seorang raja bisa menjadi murid kehidupan, mencari kebenaran dengan kerendahan hati.
Sejarah mencatat kejayaannya, tapi spiritualitasnya-lah yang membuat Prabu Siliwangi tetap hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Sunda hingga kini.***