Dalam konteks inilah perjalanan tapa dan ritual penyucian diri Prabu Siliwangi dibaca sebagai laku spiritual.
Tapa di Citarum: Simbol Penyucian dan Pencarian Tauhid
Dalam legenda, Prabu Siliwangi bertapa di mata air Citarum, tempat yang sejak lama dianggap suci oleh masyarakat.
Air menjadi simbol penyucian, pembersihan jiwa, sekaligus medium mendekatkan diri pada Tuhan. Penelitian ini membaca laku tapa tersebut sebagai bentuk transformasi diri.
Para peneliti menilai bahwa praktik ini selaras dengan nilai tasawuf dalam Islam:
- Tazkiyatun nafs (penyucian jiwa)
- Tafakkur (kontemplasi)
- Pencarian tauhid dalam dimensi batin
Baca Juga: Redenominasi Rupiah Masuk Renstra 2025-2029, Purbaya Tetapkan Target Rampung 2027
Dengan cara inilah cerita Prabu Siliwangi dipahami sebagai jembatan budaya antara ajaran lokal Sunda dan spiritualitas Islam.
Prabu Siliwangi dalam Jejak Sejarah
Jika merujuk pada naskah Carita Parahyangan dan situs Batutulis Bogor, Prabu Siliwangi dikenal sebagai Sri Baduga Maharaja, raja besar Pajajaran yang memerintah puluhan tahun.
Masa pemerintahannya menjadi masa keemasan dunia Sunda. Pusat perdagangan di Sunda Kalapa berkembang pesat, masyarakat makmur, dan Pajajaran dihormati bangsa-bangsa asing.
Namun di luar kejayaan politik, ada sisi sunyi: laku spiritual. Sisi inilah yang kemudian hidup kuat dalam tradisi lisan hingga hari ini.
Baca Juga: Disabilitas Purwakarta Koma Usai Dihakimi Massa di Karawang, Kini Justru Dituduh Mencuri
Jejak Spiritual yang Mengakar dalam Budaya Sunda
Folklor bukan sekadar cerita. Ia mengandung nilai-nilai yang hidup di masyarakat.
Laku tapa Siliwangi mencerminkan bagaimana masyarakat Sunda menghargai keselarasan antara manusia dan alam, antara raja dan rakyat, antara kekuasaan dan spiritualitas.