Pencinta Aksara Ulu Sumatera Selatan Menggali potensi ekonomi dari warisan budaya!

photo author
- Kamis, 1 Desember 2022 | 09:00 WIB
Ketua Komunitas Pencinta Aksara Ulu Sumatera Selatan Nuzurur Ramadona (ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta)
Ketua Komunitas Pencinta Aksara Ulu Sumatera Selatan Nuzurur Ramadona (ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta)

PURWAKARTA ONLINE, JakartaAksara Ulu atau Surat Ulu adalah sebutan untuk sejumlah aksara serumpun yang digunakan di Sumatera bagian Selatan. Nama Surat Ulu berasal dari kata surat yang bermakna aksara, sementara Ulu berarti daerah dataran tinggi tempat berhulunya sungai-sungai di Sumatera Selatan.

Dengan demikian, aksara yang juga dikenal dengan nama Aksara Kaganga itu merupakan huruf-huruf kuno yang banyak digunakan masyarakat bagian Ulu Sumsel pada zaman dahulu. Huruf-huruf yang populer pada 1926-1975 itu banyak ditemui di berbagai media tulis kuno, di antaranya pada bambu, kayu, kulit hewan, hingga tanduk binatang.

Aksara Ulu juga ditemukan dalam naskah-naskah penting sejarah masyarakat Sumsel, seperti strategi perang, penulisan mantera, hingga pengobatan, yang peninggalannya dapat dilihat di Museum Balaputera Dewa di Palembang.

Baca Juga: PHK Massal Ruangguru, Ini alasannya!

Dalam sejarahnya, terdapat sebuah naskah yang menceritakan tentang perjalanan nenek moyang orang Indonesia yang disebut sebagai seorang pelaut bertuliskan Aksara Ulu.

Selain itu, ditemukan naskah gelumpai atau tulisan pada sebilah bambu, yang menceritakan tentang fisik Nabi Muhammad yang ditulis dalam bahasa Jawa, namun menggunakan Aksara Ulu.

Menyadari keistimewaan peninggalan warisan budaya itu, sekelompok anak muda Sumsel membentuk sebuah komunitas bernama Pencinta Aksara Ulu Sumatera Selatan. Nuzunur Ramadona, ketua dari komunitas tersebut menyampaikan bahwa ia bersama 25 orang anggota lainnya ingin menyalakan kembali budaya Aksara Ulu di mata masyarakat Sumsel agar tidak padam dan terlupakan.

Baca Juga: Rhenald Kasali Kritik PHK Massal Ruangguru: Numpang Exit Lewat Isu Resesi!

Dona membidik Aksara Ulu agar masuk dalam muatan lokal di sekolah-sekolah di Sumsel, agar generasi penerus bangsa mengenal dan memahami sejarah asli daerahnya. Dengan demikian, tumbuh kecintaan mendalam sebagai anak daerah yang akan menanamkan rasa nasionalisme bangsa Indonesia.

Untuk itu, Pencinta Aksara Ulu menggandeng dinas pendidikan dan kebudayaan setempat untuk bersama-sama mengangkat Aksara Ulu agar kembali lestari di kalangan masyarakatnya. Bagaikan gayung bersambut, gagasan Dona diterima dan didukung dinas pendidikan dan kebudayaan setempat. Kolaborasi tersebut akhirnya memunculkan inovasi-inovasi untuk bagaimana melestarikan warisan budaya Aksara Ulu.

Dona dan Pencinta Aksara Ulu sendiri mempelajari cara membaca dan memahami huruf-huruf kuno khas Sumsel tersebut dari salah seorang dosen di Jurusan Sejarah Peradaban Islam Universitas Raden Patah Palembang. Dari sana, mereka mendalami sejarah hingga makna dari keberadaan Aksara Ulu.

Baca Juga: Rambut Putih ciri stres berlebihan!

Bagi Dona, sapaan akrabnya, berbudaya itu perlu kedinamisan, sehingga dapat lebih leluasa dalam mengembangkan dan melestarikannya. Teringat akan kutipan UNESCO yang menyebut budaya adalah investasi, Dona terpikir agar bagaimana Aksara Ulu dapat mensejahterakan masyarakatnya. Untuk itu, Dona dan kawan-kawan mulai menggali potensi ekonomi dari warisan Aksara Ulu.

Dona mulai mengkombinasikan Aksara Ulu dengan produk-produk kreatif yang biasa dipakai masyarakat Sumsel dalam keseharian, mulai dari gantungan kunci, papan nama pagawai pemerintah bertuliskan Aksara Ulu, hingga pakaian batik dengan desain motif Aksara Ulu.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Enjang Sugianto

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X