Penyebabnya antara lain:
- Penurunan omzet di beberapa sektor.
- Kenaikan harga input, terutama pada industri pengolahan.
- Kenaikan harga barang dagangan pada sektor perdagangan.
Kondisi ini membuat sebagian pelaku UMKM harus bekerja ekstra untuk menjaga margin keuntungan agar tetap bisa memenuhi kewajiban finansial mereka, termasuk membayar angsuran pinjaman tepat waktu.
Baca Juga: Kades Se-Indonesia Surati Presiden Prabowo: Minta PMK 81 Dicabut dan Hak Desa Dipulihkan
Performa Sektoral: Konstruksi dan Pertanian Memimpin
Secara sektoral, sebagian besar sektor masih berada di zona ekspansif.
Namun, beberapa di antaranya mengalami perlambatan. Berikut gambaran singkatnya:
- Sektor yang Menguat
- Konstruksi (112,0): Ditopang proyek pemerintah dan swasta.
- Pertanian: Harga input terjangkau, musim kemarau basah tingkatkan produktivitas.
- Pertambangan: Permintaan pasir dan batu naik, meski ekspansinya melambat karena curah hujan tinggi dan regulasi daerah.
Sektor yang Melemah / Kontraksi
- Industri pengolahan
- Hotel dan restoran
- Perdagangan
- Pengangkutan
Penyebab perlambatan meliputi normalisasi permintaan pasca HBKN, kenaikan harga bahan baku, hingga daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.
Sementara itu, sektor jasa masih mencatat ekspansi seiring meningkatnya aktivitas pekerja dan pelajar.
Sentimen Pelaku UMKM Tetap Kuat, Pemerintah Dipuji
Indeks Sentimen UMKM pada Q3-2025 berada di angka 111,9, menandakan mayoritas pelaku usaha menilai kondisi bisnis mereka “baik”.
Optimisme ini semakin menguat untuk Q4-2025, dengan Indeks Ekspektasi Sentimen mencapai 134,8, naik dari 133,3 pada kuartal sebelumnya.
Pelaku UMKM menilai prospek usaha mereka, prospek sektor industri, dan kondisi perekonomian nasional akan membaik.
Menariknya, pelaku UMKM tetap memberi nilai tinggi pada Indeks Kinerja Pemerintah (IKP) yang bertahan di level 121,1.