“Program Xpose Uncensored melanggar Pasal 6 tentang penghormatan terhadap nilai-nilai dan kelompok masyarakat, serta Pasal 16 tentang larangan merendahkan kelompok tertentu,” ujarnya.
Ubaidillah menegaskan, stasiun televisi seharusnya berhati-hati saat menyiarkan konten sensitif seperti agama dan budaya.
Baca Juga: Bendungan Jatiluhur Purwakarta: Keajaiban Teknologi, Keindahan Alam, dan Sumber Kehidupan Jawa Barat
“Tayangan harus memuat informasi yang benar dan berimbang, serta menghadirkan narasumber yang kredibel agar tidak menimbulkan salah tafsir di masyarakat,” tambahnya.
Trans7 Akui Kelalaian, Sampaikan Permohonan Maaf
Setelah sanksi diumumkan, pihak Trans7 segera menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik, khususnya kepada Pondok Pesantren Lirboyo dan keluarga besar santri.
Permohonan maaf itu disampaikan langsung oleh Production Director Trans7, Andi Chairil, melalui kanal YouTube resmi stasiun televisi tersebut.
“Kami mengakui adanya kelalaian dalam proses kurasi konten yang seharusnya tidak tayang. Kami memohon maaf sebesar-besarnya kepada Kiai H. Anwar Manshur dan seluruh keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo,” ujarnya.
Trans7 juga berjanji untuk melakukan evaluasi internal agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Baca Juga: Xpose Uncensored Kebablasan? Trans7 Dihujat Santri, DPR Geram, PBNU Siap Tempuh Jalur Hukum!
Program Xpose Uncensored Belum Pasti Kembali Tayang
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Trans7 mengenai apakah Xpose Uncensored akan kembali tayang setelah masa sanksi berakhir.
Namun, banyak pihak menilai program tersebut sudah kehilangan kepercayaan publik dan sulit untuk kembali dengan format yang sama.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi dunia penyiaran Indonesia agar tidak sembarangan dalam mengangkat isu yang menyangkut nilai keagamaan dan kehidupan pesantren.
Pelajaran bagi Dunia Televisi
Kasus penghentian Xpose Uncensored menunjukkan bahwa media televisi tetap memiliki batas etika.
Kebebasan berekspresi tidak boleh melanggar norma, apalagi menyinggung lembaga keagamaan seperti pesantren yang menjadi bagian penting dari kultur bangsa.
KPI berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi semua stasiun televisi agar lebih berhati-hati dalam memilih dan menayangkan konten.***