Purwakarta Online - Di tanah sunda, secara tradisional sangat lekat dengan budaya mantra, atau biasa disebut jampe.
Dalam keseharian ada mantra-mantra (jampe) yang biasa dibacakan, seperti saat nyirih (nyeupah), bertani, bercermin dan kegiatan harian lainnya.
Bahkan saat berobat ke tabib tradisional, orang sunda biasa mengatakan ‘dijampe’ karena seringkali pada praktiknya pasien tersebut dibacakan mantra-mantra.
Baca Juga: Jokowi, dalam dilema inflasi global
'Jampe' berasal dari bahasa Sunda yang artinya Mantra. Sedangkan Mantra sebagaimana dikemukakan Poerwadarminta (1988: 558) adalah:
Perkataan atau ucapan yang mendatangkan daya gaib (misal dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya)
Baca Juga: Sri Mulyani: Rp 455 T telah dialokasikan untuk Program PC-PEN 2022
Susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.
Sejalan dengan pembagian jenis mantra, Rusyana (1970) membagi mantra berdasarkan tujuannya menjadi 7 bagian, yaitu:
Baca Juga: Solusi harga mahal, PKK Kabupaten Purwakarta buka Bazar jelang Ramadhan
Jampe ‘jampi’
Asihan ‘pekasih’
Singlar ‘pengusir’
Jangjawokan ‘jampi’
Rajah ‘kata-kata pembuka ‘jampi’
Ajian ‘ajian/jampi ajian kekuatan’
Pelet ‘guna-guna’
Diketahui bahwa ketujuh bagian tersebut dapat dikelompokkan ke dalam mantra putih ‘white magic’ dan mantra hitam ‘black magic’.
Baca Juga: Daos: Masuk Banser hidup saya berubah!
Pembagian tersebut berdasarkan kepada tujuan mantra itu sendiri, yakni mantra putih digunakan untuk kebaikan sedangkan mantra hitam digunakan untuk kejahatan.
Nah, balik lagi ke pokok bahasan kita, berikut ini adalah jampi untuk memancing ikan atau dalam bahasa sunda disebut nguseup lauk.
Artikel Terkait
Jokowi, dalam dilema inflasi global
Sri Mulyani: Rp 455 T telah dialokasikan untuk Program PC-PEN 2022
Daftar BUM Desa di Kabupaten Purwakarta
Siapa Guru Gembul sebenarnya?
Daftar Kecamatan di Kabupaten Purwakarta