Keruntuhan Kerajaan Pajajaran: Kepahitan Akhir Kejayaan

photo author
- Kamis, 16 November 2023 | 12:35 WIB
Ilustrasi Kerajaan Pajajaran yang dipimpin Prabu Siliwangi (Tangkapan layar YouTube Pakuan Padjajaran Channel)
Ilustrasi Kerajaan Pajajaran yang dipimpin Prabu Siliwangi (Tangkapan layar YouTube Pakuan Padjajaran Channel)

PurwakartaOnline.com - Kerajaan Pajajaran, tanah yang kaya akan sejarah, pernah menjadi saksi bisu kejayaan di bawah pemerintahan Sri Baduga Maharaja atau yang lebih dikenal dengan Prabu Siliwangi. Namun, setiap kejayaan memiliki akhirnya sendiri. Pada tahun 1579, bayang-bayang kehancuran menghampiri Kerajaan Pajajaran, menandai keruntuhan sebuah kekaisaran yang pernah berdiri megah.

Prabu Siliwangi: Raja Pembangun dan Pejuang

Prabu Siliwangi, raja pertama Kerajaan Pajajaran, bukan hanya seorang penguasa yang berdaulat, tetapi juga seorang pejuang dan pembangun yang tangguh. Meskipun nama aslinya tidak pernah terungkap, julukan Prabu Siliwangi melekat erat karena keberaniannya dalam memimpin dan melindungi kerajaannya.

Dalam masa mudanya, Prabu Siliwangi menunjukkan ketangguhan sebagai seorang ksatria. Ia membangun fondasi kekuasaannya melalui pernikahan dengan Nyi Subanglarang, seorang puteri yang beragama Islam. Pernikahan ini tidak hanya mengukuhkan hubungan antara dua kerajaan, Pajajaran dan Galuh, tetapi juga membuka jalan bagi bersatunya dua kekuatan di Jawa Barat.

Baca Juga: Rouba Saadeh Bagikan Momen Bahagia, Memetik Buah Bersama Anaknya: Dikomentari Tidak Sopan oleh Seorang Netizen!

Puncak Kejayaan: Masa Emas Sri Baduga Maharaja

Di bawah kepemimpinan Sri Baduga Maharaja, Kerajaan Pajajaran mencapai puncak kejayaan. Masa keemasan ini ditandai dengan pembangunan spiritual dan material yang menggairahkan kehidupan rakyat. Sri Baduga menciptakan Maharena Wijaya, talaga besar yang menjadi kebanggaan kerajaan. Ia memperkuat angkatan perang, membangun tempat pertunjukan, dan memberikan desa perdikan kepada para pendeta.

Pembangunan material ini terdokumentasi dalam Prasasti Kabantenan dan Batutulis, meskipun sebagian besar telah terkikis oleh waktu. Sri Baduga Maharaja dengan tegas mengatur kerajaan, memberikan landasan spiritual, dan menjalin harmoni di antara rakyatnya.

Keruntuhan Kejayaan: Serangan dari Kesultanan Banten

Sayangnya, kejayaan tidak selalu abadi. Pada tahun 1579, Kerajaan Pajajaran harus menyerah pada serangan dari Kesultanan Banten. Maulana Yusuf, pemimpin kesultanan tersebut, berhasil membawa pulang Palangka Sriman Sriwacana, singgahsana raja Kerajaan Pajajaran, sebagai tanda kekuasaan baru.

Baca Juga: Fakta Terbaru Melissa P., film Italia kontroversial 2005. Kisah Gadis Remaja dalam Pergaulan Bebas Kebablasan yang Tengah Viral di TikTok!

Batu besar berukuran 200x160x20 cm itu menjadi saksi bisu kehancuran. Tradisi politik mengharuskan batu tersebut dibawa ke Banten, memastikan tidak mungkin lagi ada dinasti baru di Pakuan Pajajaran. Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, mengkilap atau berseri, simbol kejayaan yang telah pudar.

Jejak Keruntuhan: Orang Baduy dan Kehidupan Pascakejayaan

Setelah keruntuhan, beberapa punggawa istana Pajajaran dikabarkan menetap di wilayah yang kini dikenal sebagai Cibeo Lebak Banten. Mereka, yang kemudian dikenal sebagai orang Baduy, mempertahankan tata cara kehidupan lama yang ketat. Mereka menjadi saksi hidup kejayaan yang pernah ada.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Dadan Hamdani

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X