Catatan Portugis abad ke-16 bahkan mendeskripsikan Pajajaran sebagai negeri makmur dengan rakyat jujur dan istana megah, menandakan pemerintahan yang stabil dan berwibawa.
Siliwangi dan Islam: Sejarah yang Tidak Hitam-Putih
Penelitian ini mencatat fakta menarik: dalam naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Prabu Siliwangi disebut masuk Islam saat akan menikahi Subang Larang, seorang bangsawan muslim yang saleh.
Baca Juga: BPK Temukan Penyimpangan Dana BOS di 10 SMPN Purwakarta, Nilai Kerugian Capai Rp2,2 Miliar
Dari Subang Larang lahir tokoh-tokoh penting penyebar Islam: Walangsungsang (Ki Samadullah), Rara Santang, hingga Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Namun, sejarah juga mencatat bahwa Pajajaran mengalami pergolakan akibat Islamisasi pesisir, dan Sri Baduga membangun koalisi dengan Portugis untuk mempertahankan integritas wilayahnya.
Di titik ini, kita melihat Siliwangi bukan sosok anti-Islam maupun pro-konflik, tetapi seorang raja yang memilih jalan spiritual dan kontemplatif dalam menyikapi perubahan zaman.
Jejak Spiritual: Tapa dan Penyucian Diri di Mata Air Citarum
Inilah bagian yang membuat Siliwangi tak sekadar tokoh sejarah, tetapi figur spiritual.
Naskah, legenda, dan wawancara di lapangan menunjukkan bahwa Prabu Siliwangi kerap melakukan tapa (meditasi) dan penyucian diri di hulu Sungai Citarum, tepatnya di kawasan Situ Cisanti, Gunung Wayang.
Baca Juga: Redenominasi Rupiah Masuk Renstra 2025-2029, Purbaya Tetapkan Target Rampung 2027
Bapak Atep, juru kunci kawasan tersebut, menjelaskan bahwa ritual ini dilakukan bukan untuk pesugihan atau meminta sesuatu, tetapi untuk membersihkan hati dan menjernihkan pikiran, sebuah laku spiritual yang selaras dengan nilai tasawuf Islam .
Ritual penyucian dilakukan dengan cara:
- melepas alas kaki,
- berendam tiga kali,
- berkumur tiga kali.
Ada pula jejak kaki yang diyakini sebagai tapak kiri Prabu Siliwangi di dekat kolam pemandian, memperkuat tradisi ziarah dan penghormatan terhadap sang raja .
Jadi, Apakah Prabu Siliwangi Itu Nyata?