PURWAKARTA ONLINE - Dua tokoh besar yang dulu pernah saling berseberangan, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Soeharto, kini kembali “dipertemukan” dalam wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional.
Usulan ini menuai pro-kontra karena sejarah keduanya sarat konflik politik dan perbedaan ideologi selama era Orde Baru.
Pertentangan antara Gus Dur dan Soeharto berakar pada perbedaan pandangan terhadap demokrasi, hak asasi manusia, dan pola kepemimpinan.
Gus Dur menolak berbagai kebijakan Orde Baru yang dianggap represif, termasuk saat dirinya menolak bergabung dengan ICMI pada tahun 1990.
Baca Juga: Surya Paloh Hormati Putusan MKD Soal Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, NasDem Belum Rencana Lakukan PAW
Ia menilai organisasi itu dapat memicu sektarianisme dalam kehidupan berbangsa.
Bahkan, menurut penuturan keluarga, Gus Dur sering menerima ancaman dan teror selama masa pemerintahan Soeharto.
Di sisi lain, Soeharto sempat dianggap berupaya menyingkirkan Gus Dur dari posisi Ketua Umum PBNU karena dianggap menghambat langkah politik tertentu.
Meski demikian, hubungan pribadi keduanya tak selalu tegang.
Baca Juga: Julio Cesar Semringah, PERSIB Makin Dekat ke 16 Besar ACL Two Usai Kalahkan Selangor FC
Setelah kejatuhan Orde Baru, Gus Dur pernah menjenguk Soeharto saat sakit pada 8 Maret 2000.
Dalam beberapa kesempatan, Gus Dur juga mengakui jasa pembangunan Soeharto, meski tetap menilai perlu ada proses hukum terkait kasus-kasus korupsi.
Kini, kedua tokoh itu kembali mencuri perhatian publik ketika Kemensos mengajukan nama mereka dalam daftar usulan Pahlawan Nasional.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menegaskan bahwa gelar ini diberikan sebagai penghormatan bagi tokoh yang punya kontribusi besar bagi Indonesia.