Kala Pagi Menyapa dan Kopi Berbicara, Tafsir Sunyi Tentang Makna Manusia di Hadapan Tuhan

Ditulis Oleh Dadan Hamdani, Seorang Mahasiswa STAI AL-BADAR CIPULUS

PURWAKARTA ONLINE - Pada Selasa pagi, 5 Agustus 2025, langit tampak cerah, udara sejuk menyapa, dan pemandangan begitu indah menghiasi halaman rumah.

Setelah melaksanakan shalat Subuh, saya memulai aktivitas pagi seperti biasa, yaitu membersihkan halaman rumah.

Saat menyapu, hembusan angin pagi yang sejuk seolah menyampaikan sebuah pesan kedamaian yang mendalam.

Dalam hati, saya merenung: Alangkah indahnya jika suasana dunia ini selalu damai seperti pagi hari. Tidak ada kerusakan, tidak ada permusuhan, hanya ketenangan yang mengisi setiap ruang.

Namun saya juga menyadari, pagi yang damai ini akan berganti menjadi siang hari—waktu di mana manusia mulai beraktivitas dan menjalankan tanggung jawabnya sebagai insan kamil mukamil atau manusia yang sempurna.

Hembusan angin itu seakan menyampaikan pesan spiritual bahwa manusia sempurna adalah mereka yang mampu:

• Menjaga ciptaan Tuhan
• Mengamalkan nilai-nilai kebaikan
• Tunduk dan patuh terhadap perintah-Nya

Tuhan menciptakan manusia bukan sekadar untuk hidup lalu mati. Manusia diciptakan untuk menjalani peran penting di dunia, bukan sekadar datang dan pergi tanpa arti.

Refleksi tentang Kesombongan Manusia dan Penyakit Hati

Ironisnya, manusia sering kali lupa diri. Mereka banyak meminta, mengeluh, namun lupa bersyukur.

Padahal Tuhan tidak pernah meminta balasan apa pun dari makhluk-Nya. Justru manusia yang seringkali bersikap egois, mengabaikan perintah, dan tak menyadari bahwa dirinya sedang “sakit”.

Penyakit hati adalah jenis penyakit yang paling berbahaya karena menghalangi manusia dari melihat kebenaran yang hakiki.