Purwakarta Online - Indikator SDGs 2.4.1 berperan penting dalam mewujudkan sistem produksi pangan yang berkelanjutan. Artikel ini membahas pentingnya indikator ini dalam konteks pertanian tropis seperti di Indonesia, dan bagaimana penerapan pertanian terpadu berkontribusi terhadap tujuan tersebut. Berbagai strategi seperti penggunaan pupuk organik, rotasi ternak, dan integrasi pertanian-peternakan disoroti sebagai solusi efektif untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan kimia berbahaya serta meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani kecil.
Latar Belakang
Kelestarian sumber daya lahan pertanian, mutu lingkungan, dan keberlanjutan sistem produksi merupakan elemen krusial bagi pertanian tropis seperti Indonesia. Tingginya curah hujan menyebabkan erosi, yang berdampak pada hilangnya lapisan olah tanah. Selain itu, praktik pertanian intensif dan penggunaan agrokimia berlebih mengganggu keseimbangan ekosistem serta mengancam keberlanjutan produksi (Sumarno, 2018).
Pembangunan berkelanjutan mengharuskan pemenuhan kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan hak generasi mendatang. Namun, di banyak negara berkembang, ketimpangan distribusi hasil pembangunan masih terjadi, yang mencakup kemiskinan, kelaparan, dan kerusakan lingkungan (Hadiwijoyo & Anisa, 2019; Saragih, 2008). Revolusi hijau memang meningkatkan produktivitas pertanian, tetapi juga membawa dampak negatif berupa kerusakan lingkungan (Wulansari, 2020).
Pembahasan
Peran Indikator SDGs 2.4.1
Indikator 2.4.1 dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menekankan pada pentingnya proporsi lahan pertanian yang dikelola secara berkelanjutan. Di Indonesia, indikator ini mendorong pengurangan penggunaan bahan kimia berbahaya, peningkatan efisiensi sumber daya, serta perlindungan ekosistem pertanian.
Melalui praktik seperti pertanian organik, rotasi tanaman, dan penggunaan pestisida hayati, indikator ini mendukung ketahanan pangan dan kesehatan tanah. Dukungan terhadap praktik pertanian adaptif terhadap perubahan iklim juga menjadi bagian integral dari indikator tersebut.
Penerapan Pertanian Terpadu
Pertanian terpadu adalah solusi praktis untuk mencapai indikator SDGs 2.4.1. Sistem ini mengintegrasikan tanaman, hewan, dan sumber daya lokal secara sinergis. Contoh nyata adalah integrasi antara sayuran dan hewan ternak dalam satu lahan: kotoran ternak digunakan sebagai pupuk organik, dan sisa tanaman sebagai pakan ternak.
Petani yang mempraktikkan sistem ini mendapat keuntungan ganda dari hasil panen dan produk ternak seperti daging dan susu, sekaligus mengurangi limbah dan biaya produksi. Sistem ini juga mendukung produksi energi terbarukan, misalnya melalui pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas.
Rotasi Ternak sebagai Strategi Pencegahan Penyakit
Salah satu teknik yang direkomendasikan untuk mempertahankan kesehatan ekosistem adalah rotasi ternak. Lahan dibagi menjadi beberapa zona, dan ternak dipindahkan secara berkala. Zona istirahat diberi waktu untuk pulih, menumbuhkan vegetasi, dan mengurangi akumulasi patogen tanah.
Rotasi juga dapat dilakukan dengan jenis ternak berbeda setiap tahun, misalnya ayam di tahun pertama dan domba di tahun berikutnya. Teknik ini membantu menjaga keberagaman unsur hara tanah dan memutus siklus penyakit spesifik pada jenis ternak tertentu.
Artikel Terkait
Sinergi Pertanian Terpadu dan Peternakan Sapi: Jalan Menuju Keberlanjutan Pangan di Indonesia
Pertanian Organik sebagai Solusi Berkelanjutan di Palestina: Integrasi Sistem Pertanian dan Peternakan