Masalahnya, indikator keadaan mendesak masih bergantung pada penilaian subjektif penyidik, tanpa tolok ukur rinci.
Ferry menyebut situasi ini dapat menimbulkan risiko besar jika tidak diperjelas secara normatif.
Termasuk potensi tindakan sewenang-wenang atas dalih kondisi darurat.
Tak hanya itu, ia juga mengkritik aturan penyadapan dalam Pasal 1 Ayat 36 dan Pasal 136, karena landasan teknisnya masih akan diatur dalam undang-undang tersendiri yang hingga kini belum tersedia.
Karena itu, Ferry mengajak publik menggunakan jalur konstitusional:
“Jika terdapat dugaan cacat formil maupun materiil dalam KUHAP yang baru, maka jalur judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi langkah tepat.”
Klarifikasi DPR: Prosedur Tetap Ketat dan Pro-Lindungi Hak Asasi
Di sisi lain, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, sebelumnya telah memberikan klarifikasi resmi mengenai kontroversi KUHAP baru.
Ia menegaskan bahwa UU tersebut tetap menjunjung:
- Kehati-hatian
- Penghormatan hak asasi manusia
- Kesetaraan di depan hukum
Dalam konferensi pers di Gedung Nusantara II, Senayan, 19 November 2025, Habiburokhman membantah informasi yang menuding Pasal 5 membuka peluang penangkapan atau penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana.
“Ini tidak benar. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam Pasal 5 dilakukan pada tahap penyidikan karena keterbatasan jumlah penyidik.”
Ia menegaskan upaya paksa dalam KUHAP baru justru memiliki aturan lebih ketat dibanding versi sebelumnya. Di antaranya:
| Mekanisme | Ketentuan KUHAP Baru |
|---|---|
| Penggeledahan | Wajib izin hakim |
| Penyitaan | Wajib izin hakim |
| Pemblokiran | Wajib izin hakim |
| Pengecualian | Hanya untuk keadaan darurat dan tetap harus disahkan hakim dalam 2 hari |
| Penyadapan | Hanya bisa dilakukan melalui undang-undang khusus |
DPR juga menepis kekhawatiran terkait:
- Metode undercover buy / controlled delivery (Pasal 16)
- Perlindungan penyandang disabilitas (Pasal 99 & Pasal 137A)
- Penerapan keadilan restoratif dari tingkat penyelidikan hingga persidangan
“KUHAP yang baru mencerminkan komitmen pemerintah untuk menghadirkan sistem hukum pidana yang lebih humanis dan inklusif,” tegas Habiburokhman.