Mahfud MD Sebut Jokowi Bisa Dipanggil KPK Terkait Proyek Kereta Cepat
PURWAKARTA ONLINE - Polemik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh kembali memanas. Proyek kebanggaan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu kini disorot karena disebut menimbulkan beban utang sekitar Rp116 triliun ke China, ditambah bunga utang Rp2 triliun per tahun.
Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, kembali angkat bicara. Ia menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki kewenangan memanggil siapa pun, termasuk Jokowi, apabila dibutuhkan dalam penyelidikan proyek Whoosh.
“Bisa saja (memanggil Jokowi), karena di dalam penyelidikan itu bisa memanggil siapa saja yang dianggap ada kaitan atau tahu,” ujar Mahfud dalam podcast di kanal YouTube Forum Keadilan TV, Kamis, 30 Oktober 2025.
Mahfud menjelaskan, proses penyelidikan berbeda dengan penyidikan. Pada tahap penyelidikan, dugaan pelanggaran baru dikaji, sementara alat bukti belum ditemukan.
“Kalau penyelidikan itu peristiwanya alat bukti belum ditemukan, tapi dugaan sudah ada. Manggil Pak Jokowi bisa, kenapa tidak?” tambahnya.
Meski demikian, Mahfud menilai pemanggilan terhadap presiden bukan hal yang umum dilakukan, namun secara teori hukum tetap memungkinkan.
Ada Keanehan dalam Proyek Whoosh
Dalam podcast tersebut, Mahfud mengulas kembali awal mula proyek Kereta Cepat Whoosh. Ia menyebut, rencana ini muncul sejak tahun 2015, hanya enam bulan setelah Jokowi menjabat sebagai presiden.
“Whoosh ini dibuat tahun 2015 semula, Pak Jokowi baru enam bulan jadi presiden. Awalnya proyek ini kerja sama dengan Jepang secara G to G, nilainya 6,2 miliar dolar AS,” jelas Mahfud.
Namun, tiba-tiba terjadi perubahan besar. Pemerintah Indonesia memilih kerja sama dengan China dan menurunkan nilai proyek menjadi 5,5 miliar dolar AS, tetapi suku bunga naik dari 0,1 persen menjadi 2 persen.
“Itu keanehan sendiri,” ujar Mahfud.
Mahfud juga menyinggung kisah Ignasius Jonan, yang kala itu menjabat Menteri Perhubungan. Jonan disebut menolak perubahan skema proyek, hingga akhirnya diberhentikan oleh Jokowi.