Kontroversi Pencukuran Rambut Siswa SMP di Purwakarta: Antara Pembinaan dan Kekerasan

photo author
- Sabtu, 9 September 2023 | 22:40 WIB
Puluhan siswa SMPN 1 Maniis dicukur asal oleh pihak sekolah. (Foto:delikjabar.com)
Puluhan siswa SMPN 1 Maniis dicukur asal oleh pihak sekolah. (Foto:delikjabar.com)

PurwakartaOnline.com - Sebuah insiden kontroversial yang melibatkan seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang mencukur rambut puluhan siswa SMP di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, baru-baru ini telah memicu perdebatan luas tentang metode pembinaan dan tindakan sewenang-wenang dalam dunia pendidikan.

Menurut PurwakartaOnline.com, peristiwa ini menjadi perhatian publik setelah sebuah video yang menunjukkan aksi pemotongan rambut asal-asalan oleh seorang Babinsa menjadi viral di media sosial. Namun, apakah tindakan ini benar-benar merupakan bentuk pembinaan yang diperlukan ataukah sebuah tindakan kekerasan yang melanggar hak-hak siswa?

PurwakartaOnline.com telah mengumpulkan berbagai pendapat dan pandangan terkait peristiwa ini dari berbagai pihak.

Baca Juga: Emak-Emak Pemberani di Purwakarta: Kisah Heroik Menangkap Pencuri Sepeda Motor

Pendapat Ahli Pendidikan

Menurut pengamat pendidikan sekaligus pendiri Ikatan Guru Indonesia (IGI), Satria Dharma, tindakan Babinsa tersebut patut dilaporkan ke polisi militer (Pomdam) dan dihukum dengan tegas karena melakukan tindakan sewenang-wenang di lingkungan sekolah. Menurutnya, Babinsa tersebut telah melampaui tugas dan kewenangannya.

Selain itu, Satria Dharma berpendapat bahwa kepala sekolah dan guru juga harus dipanggil dan diberi pembinaan agar memahami tugas dan wewenang mereka dalam melindungi siswa dari tindakan sewenang-wenang. Menurutnya, tugas utama sekolah adalah menciptakan lingkungan yang aman dan mendidik siswa dengan cara yang sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ada.

Perspektif Kepala Sekolah

Kepala SMPN 1 Maniis, Yana Heryana, menjelaskan bahwa pencukuran rambut oleh anggota Babinsa terjadi secara spontan saat anggota tersebut dipanggil untuk memimpin upacara. Yana mengakui bahwa tindakan ini kurang tepat, dan dia secara terbuka meminta maaf kepada wali murid dan orangtua siswa atas kejadian tersebut.

Baca Juga: Misteri Kematian Pedagang Motor Bekas Agus Subroto: Penyelidikan Kasus di Desa Bunder, Jatiluhur

Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana sekolah harus berperan dalam melindungi siswa dari tindakan-tindakan semacam ini dan apakah sekolah seharusnya lebih tegas dalam memastikan bahwa tindakan semacam ini tidak terjadi lagi.

Pandangan Pengamat Pendidikan

Pengamat pendidikan Ina Liem mengungkapkan keprihatinannya terhadap hukuman berupa pembotakan rambut yang diterapkan oleh Babinsa. Menurutnya, sekolah seharusnya memiliki aturan dan mekanisme yang jelas ketika siswa melakukan pelanggaran. Tindakan kekerasan fisik, seperti pembotakan rambut, adalah tindakan yang tidak sesuai dan tidak seharusnya dilakukan oleh pihak sekolah, apalagi oleh pihak yang berada di luar struktur pendidikan.

Liem juga menyoroti pentingnya sekolah menciptakan lingkungan yang aman bagi siswa. Sebagai tempat pembelajaran, sekolah harus memastikan bahwa siswa dapat belajar dengan nyaman dan tanpa takut terhadap tindakan kekerasan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Enjang Sugianto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X