Prabu Siliwangi: Analisis Signifikasi Berdasarkan Semiotika Barthes

Purwakarta Online - Dalam dunia semiotika, kajian terhadap Prabu Siliwangi dari perspektif Roland Barthes menawarkan pandangan yang mendalam dan menarik.

Sebagai tokoh kharismatik yang dipahami melalui tiga komponen sistem signifikasi, yakni ekspresi (E), isi (C), dan relasi E dan C (R), Prabu Siliwangi menjadi sebuah penanda yang mengandung makna mendalam bagi masyarakat Sunda.

Analisis Signification: Siliwangi sebagai Penanda Budaya

Dalam konteks semiotika Barthes, Prabu Siliwangi menjadi tanda yang terkait erat dengan kehormatan, kebanggaan, dan kekuasaan bagi masyarakat Sunda.

Sistem signifikasi tersebut terdiri dari denotasi, konotasi, dan meta bahasa.

Baca Juga: 4 Tahun Basuki Tjahaja Purnama Nikmati Kursi Komut Pertamina: Jejak Perjalanan Karir dan Pengunduran Diri Menyita Perhatian

Denotasi menciptakan ekspresi langsung, sementara konotasi dan meta bahasa membentuk lapisan makna mendalam.

Prabu Siliwangi, sebagai penanda utama, memancarkan citra tokoh kharismatik yang memperlihatkan kehormatan, patriotisme, dan kekuatan raja atas wilayahnya.

Melalui semiotika Barthes, dapat dipahami bahwa Siliwangi bukan hanya sebatas tokoh sejarah; ia menciptakan identitas bagi masyarakat Sunda.

Signifikasi dalam Organisasi dan Institusi

Penggunaan kata 'Siliwangi' oleh berbagai organisasi seperti Divisi, tentara, pasukan, prajurit, Angkatan Muda, Universitas, dan lainnya, menjadi penanda ambisi untuk menjadi besar, kharismatik, dan penuh kekuatan seperti Siliwangi.

Baca Juga: PERSIB: Persiapan kami sudah matang, siap hadapi Persis Solo

Dalam konteks meta bahasa, hal ini menciptakan petanda baru, yaitu generasi muda yang diharapkan mampu meneruskan kejayaan bangsanya.

Simbol kepala maung/lodaya, yang sering digunakan sebagai representasi lembaga dan organisasi, menjadi penanda kekuatan yang diharapkan dapat meniru semangat keberanian dan kewibawaan Prabu Siliwangi.