Fenomena ini tidak unik bagi NU saja. Banyak organisasi besar di era modern menghadapi tantangan serupa: bagaimana tetap kokoh pada nilai, sambil menghadapi tekanan ekonomi, politik, dan tuntutan perubahan zaman.
Baca Juga: Ridwan Kamil vs Lisa Mariana: Perang Medsos yang Kini Merembet ke Ranah Hukum
Kerinduan pada NU yang Taat pada Ulama
Dalam penjelasannya, Mahfud menyampaikan kerinduan pada NU yang dulu. NU yang fokus pada pendidikan, dakwah, pemberdayaan sosial, dan perjuangan kultural.
Ia menegaskan bahwa pada masa itu, tidak ada perebutan proyek atau urusan bisnis besar yang mengubah karakter organisasi.
Kerinduan ini resonan bagi banyak Nahdliyin yang merasa bahwa identitas keulamaan harus tetap menjadi fondasi.
Di tengah dunia modern yang penuh peluang sekaligus godaan ekonomi, menjaga marwah budaya dan spiritual menjadi tantangan tersendiri.
Baca Juga: BRI Salurkan Bantuan Tanggap Bencana untuk Percepat Pemulihan Korban Banjir di Sumut-Sumbar
Konflik internal organisasi besar bukan akhir cerita. Justru ini menjadi momentum refleksi. NU memiliki sejarah panjang, jaringan kuat, dan kultur keulamaan yang dalam.
Tantangan modern memang tidak ringan, tetapi bukan berarti tidak bisa dihadapi dengan bijak. Masyarakat, khususnya generasi muda yang aktif di media sosial, dapat ikut menjaga ruang diskusi tetap sehat.
Caranya sederhana: hindari penyebaran informasi yang belum jelas, pilih narasi yang membangun, dan dorong dialog positif.
Setiap perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil. Dan langkah itu dapat dimulai dari diri sendiri, hari ini.
Baca Juga: Alasan Ridwan Kamil Beri Uang, Lisa Mariana: Untuk Anak Saya!
Jika NU mampu mengembalikan fokus pada nilai keulamaan dan memperkuat integritas, maka arah geraknya tidak lagi dipertanyakan, melainkan kembali menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat luas.***