PURWAKARTA ONLINE – Mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN), Kolonel Infanteri (Purn) Sri Radjasa Chandra, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto.
Kritik itu ia sampaikan dalam rapat virtual bersama Jaringan Pimred Promedia (JPP) yang berlangsung Selasa malam, 30 September 2025.
Menurut Sri Radjasa, langkah Mendes Yandri yang memutus kontrak ribuan Tenaga Pendamping Profesional (TPP) atau pendamping desa secara sepihak adalah bentuk tindakan yang tidak adil dan berpotensi menimbulkan gejolak di masyarakat desa.
Latar Belakang Kontroversi
Sejak 2024, Yandri Susanto sudah menuai sorotan publik. Ia disebut menggunakan kop surat resmi kementerian untuk kepentingan keluarga, hingga terbukti membantu kemenangan istrinya, Ratu Rachmatuzakiyah, dalam Pilkada Serang 2024.
Baca Juga: Isu Kehamilan Hantam Citra Nissa Sabyan, Ayahnya Tegas Membantah
Memasuki 2025, kebijakan pemutusan kontrak pendamping desa kembali memicu polemik.
Sri Radjasa menegaskan, ada 1.040 pendamping desa yang diberhentikan secara sepihak, padahal mereka telah bekerja hingga akhir April 2025. Ironisnya, honor yang menjadi hak mereka belum dibayarkan.
“Pendamping desa sudah mengabdi lebih dari 10 tahun untuk negeri ini. Namun tiba-tiba diputus kontraknya tanpa alasan yang adil. Bahkan, ada kader partai dari Mendes sendiri yang ikut pileg tapi tidak diberhentikan,” ungkap Sri Radjasa.
Ombudsman RI: Maladministrasi
Ombudsman Republik Indonesia sebelumnya telah mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP). Hasilnya, ditemukan maladministrasi dalam proses evaluasi kinerja pendamping desa yang berujung pada pemutusan hubungan kerja ribuan TPP.
Baca Juga: Rendah Emisi, Pabrik Mobil Geely di Purwakarta Mulai Produksi KD
“Ombudsman sudah jelas menyatakan bahwa apa yang dilakukan Menteri Desa adalah tindakan maladministrasi. Itu artinya Kementerian wajib mengoreksi dan memulihkan hak para pendamping desa,” ujar Sri Radjasa menegaskan.
Ajakan Bersama Media dan DPR