PURWAKARTA ONLINE - Fahmy menilai aturan LPG 3 kg pakai NIK berisiko menekan warga miskin, mematikan usaha kecil, hingga memicu kelangkaan distribusi.
Rencana pemerintah mewajibkan pembelian gas LPG 3 kilogram (kg) menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai 2026 menuai kritik keras.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menyebut kebijakan ini penting agar subsidi tepat sasaran, sehingga warga kaya tidak lagi bisa menikmati gas melon murah.
Namun, kebijakan ini dianggap akan menambah penderitaan masyarakat miskin dan berisiko mematikan usaha mikro.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Taurus Rabu 27 Agustus 2025: Keuangan Stabil, Cinta Butuh Kesabaran
Beban bagi Warga Miskin
Pengamat energi Fahmy menilai kebijakan ini justru berpotensi memperberat hidup rakyat kecil.
“Jika kebijakan ini tetap diberlakukan, banyak usaha kecil yang akan bangkrut dan membuat masyarakat miskin semakin terjepit. Jika harga gas naik, konsumen tentu akan terbebani,” jelasnya.
Menurut Fahmy, selama ini banyak warga kecil membeli gas dari pengecer dengan harga sedikit lebih tinggi dari harga resmi, tetapi lebih mudah diakses.
Misalnya, pengecer menjual gas lebih mahal Rp2.000–Rp3.000, namun konsumen tetap mau membeli karena lebih dekat dan praktis.
“Masalahnya, kalau semua harus pakai NIK, pengecer kecil akan tersingkir. Padahal mereka membantu distribusi di pelosok,” tambahnya.
Baca Juga: Ramalan Zodiak 12 Bintang Rabu 27 Agustus 2025: Cinta, Karier, Rezeki, dan Kesehatan
Usaha Kecil Terancam
Gas LPG 3 kg bukan hanya kebutuhan rumah tangga, tapi juga penopang usaha kecil, seperti warung makan, penjual gorengan, dan pedagang kaki lima.