FLOQ Desak Pemerintah, Investor Lokal Terancam, Pph Kripto Naik 0,21%

PURWAKARTA ONLINE - PPh kripto naik jadi 0,21% di 2025. FLOQ desak pemerintah longgarkan pajak karena khawatir aturan baru justru hambat pertumbuhan industri kripto.

Industri aset kripto di Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Tahun ini, pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi kripto dari 0,1 persen menjadi 0,21 persen.

Kenaikan hampir dua kali lipat ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50/2025, menggantikan aturan lama PMK No. 68/2022.

Di balik angka tersebut, tersimpan pertanyaan besar: apakah kenaikan pajak ini akan memperkuat penerimaan negara, atau justru melemahkan gairah investor lokal?

Baca Juga: Tanggal Merah September 2025: Cuma Satu, Tapi Pas Long Weekend!

Regulasi anyar memang membawa perubahan signifikan. Pemerintah menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan aset kripto—yang sebelumnya dianggap memberatkan setiap transaksi.

Namun, di saat yang sama, PPh justru melonjak. Jika dulu setiap transaksi kripto dipotong 0,1 persen, kini tarifnya menjadi 0,21 persen.

Selain itu, jasa pendukung industri seperti penyedia sarana elektronik dan penambang kripto tetap dikenakan PPN.

Artinya, meski ada keringanan di satu sisi, beban tambahan tetap menghantui pelaku industri.

Baca Juga: Sinopsis Darkman (1990): Pahlawan Anti-Hero Tanpa Wajah Karya Sam Raimi

Kenaikan tarif ini langsung menuai reaksi dari pelaku industri. Founder FLOQ, Yudhono Rawis, menilai pemerintah perlu berhati-hati.

“Kami terus berdialog dengan Ditjen Pajak dan OJK agar pajak kripto bisa berkurang. Kita harus melihat praktik negara lain yang memiliki pajak lebih rendah, tetapi mampu mengadopsi kripto lebih baik dan bisa memberikan dampak ekonomi,” ujarnya dalam Media Gathering FLOQ Circle di Badung, 20 Agustus 2025.

Menurutnya, bila pajak terlalu tinggi, ada risiko investor lokal memilih platform asing yang menawarkan tarif lebih rendah.

Situasi ini bisa berbahaya karena bukan hanya transaksi lari ke luar negeri, tapi juga potensi penerimaan negara ikut hilang.