wisata

Sejarah Kelam Rancadarah Purwakarta: Jejak Perkebunan Teh, Pemberontakan, dan Pertumpahan Darah

Senin, 29 September 2025 | 09:19 WIB
Ilustrasi jalan berkelok Ranca Darah Purwakarta (Pixabay.com/Imp5pa)

PURWAKARTA ONLINE - Nama Ranca Darah di Purwakarta bukan sekadar sebutan untuk jalur berkelok yang dikelilingi pepohonan lebat.

Di balik nama itu tersimpan kisah Sejarah panjang yang dimulai dari kejayaan perkebunan teh Belanda pada abad ke-19 hingga tragedi berdarah yang merenggut ratusan nyawa pekerja.

Pada abad ke-17, teh mulai menjadi komoditas mahal di Eropa. VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) membawa teh dari Asia, termasuk dari Jawa.

Melihat peluang ini, Belanda membuka banyak perkebunan teh di Jawa Barat. Wanayasa ditunjuk sebagai salah satu cabang perkebunan, sementara Purwakarta dijadikan pusatnya.

Baca Juga: Para Pemeran “Tukar Takdir” Ceritakan Tantangan dan Emosi di Balik Layar

Biji teh diimpor langsung dari Cina bersama para pekerja yang ahli dalam budidaya. Teh bahkan dijuluki sebagai “emas hijau” karena nilai ekonominya yang tinggi.

Namun, kejayaan teh justru membawa penderitaan bagi rakyat lokal. Melalui sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) pada 1830, rakyat diwajibkan menanam teh di tanah mereka, lalu hasil panennya dibeli Belanda dengan harga murah.

Selain rakyat lokal, pekerja asal Macau juga didatangkan untuk mengurus perkebunan. Mereka tinggal di sekitar Gunung Burangrang, wilayah yang kini dikenal dengan nama Pasir Cina.

Sayangnya, kondisi kerja sangat berat. Upah rendah, pembayaran sering terlambat, dan perlakuan kasar dari pengawas Belanda menimbulkan rasa dendam.

Baca Juga: Para Pemeran “Tukar Takdir” Ceritakan Tantangan dan Emosi di Balik Layar

Pekerja pun mulai mengadakan rapat-rapat rahasia untuk menyusun perlawanan. Puncaknya terjadi pada 8 Mei 1832. Para pekerja dari Desa Cilangkap bergerak ke Purwakarta.

Mereka menyerang, menjarah, dan membunuh beberapa pejabat Belanda. Dua hari kemudian, 10 Mei 1832, pertempuran pecah di tanjakan jalur yang kini disebut Ranca Darah.

Pertempuran berlangsung brutal. Banyak kepala terpenggal, darah mengalir membasahi tanah. Dari situlah nama “Ranca Darah” lahir.

Seorang warga yang bernama Hasan (58), menceritakan “Dulu di sini tempat pertempuran. Banyak jenazah pekerja dibuang ke jurang yang dalam, disebut Legok. Sampai sekarang, tempat itu dianggap angker.” ujarnya.

Halaman:

Tags

Terkini