Yang menarik, bukannya surut, Slank malah makin banyak dapat undangan tampil, dan para penonton justru minta lagu itu dinyanyikan berulang-ulang.
“Gosip Jalanan” jadi semacam lagu rakyat, suara mereka yang muak pada politikus busuk.
Baca Juga: Ketua Komisi VII DPR Saleh Daulay Desak Pemerintah Evaluasi Penyaluran KUR Akhir 2025
Musik, Kritik, dan Keberanian
Dalam banyak kesempatan, Slank selalu menegaskan bahwa musik bukan sekadar hiburan. Ia bisa jadi alat perlawanan yang damai.
Seperti kata Bimbim dalam salah satu wawancara lamanya, “Slank bukan mau nyerang orang, tapi nyuarain kebenaran.”
Slank tetap konsisten memainkan lagu itu di berbagai panggung, bahkan saat situasi politik sedang panas.
Dukungan publik yang masif membuat DPR akhirnya mundur teratur, menyadari bahwa “menyerang Slank sama saja dengan menyerang rakyat.”
Dari Lapindo ke Gosip Jalanan: Musik Slank Tak Pernah Diam
Sebelum “Gosip Jalanan”, Slank juga sempat mengkritik isu nasional lewat lagu “Lapindo” (2007) dari album Slow But Sure.
Lagu itu menyinggung bencana lumpur Lapindo yang menelan banyak korban.
Baca Juga: Mahfud MD Ditetapkan di Komite Reformasi Polri, Publik Tanya: Bisakah Reformasi dari Dalam?
Dari situ terlihat, Slank bukan cuma band, tapi juga “gerakan kesadaran sosial” yang konsisten berbicara tentang kebenaran, keadilan, dan reformasi.
Mereka tidak takut diserang, selama berdiri di sisi rakyat.
Kini, 20 Tahun Setelahnya…