PURWAKARTA ONLINE - Gelombang ekspansi bisnis China ke Indonesia memanaskan pasar lahan industri. Harga naik 25%, investasi tembus Rp132 triliun di semester I 2025.
Indonesia tengah berada di pusat pusaran besar pergeseran peta bisnis Asia. Gelombang perusahaan asal China kini ramai-ramai mengalihkan investasi mereka ke Tanah Air.
Motifnya jelas: menghindari tarif tinggi Amerika Serikat, mengincar pasar domestik yang luas, dan memanfaatkan potensi demografi muda yang menjadi tulang punggung ekonomi masa depan.
Fenomena ini mulai terasa sejak awal 2025, namun eskalasinya kian dramatis pada pertengahan tahun.
Baca Juga: Modus Mengejutkan Ade Mulyana dalam Pembunuhan Dea Permata Kharisma di Jatiluhur Purwakarta
Lonjakan minat investor China membuat harga lahan industri dan gudang di Indonesia melesat 25% year-on-year pada kuartal I 2025 — laju tertinggi dalam dua dekade terakhir.
“Telepon, email, dan WeChat kami penuh permintaan dari klien baru. Semuanya dari Tiongkok,” ungkap Abednego Purnomo, VP penjualan dan pemasaran Subang Smartpolitan, sambil tersenyum tipis saat ditemui di kawasan industri.
Menghindari Tarif, Mencari Peluang
Tarif impor AS untuk barang asal China kini mencapai di atas 30%. Sebaliknya, produk dari Indonesia hanya dikenakan 19%, sejajar dengan Malaysia dan Thailand, sedikit lebih rendah dari Vietnam yang berada di angka 20%.
Bagi pelaku bisnis, perbedaan ini bukan sekadar angka—ini adalah garis tipis antara margin keuntungan dan kerugian.
Baca Juga: Hari Ini Presiden Prabowo Akan Sampaikan Dua Pidato Penting di MPR dan DPR, 15 Agustus 2025
“Jika kamu bisa membangun bisnis yang kuat di Indonesia, pada dasarnya kamu telah menguasai separuh pasar Asia Tenggara,” kata Zhang Chao, produsen lampu depan sepeda motor asal China yang sudah membuka operasi di Jawa Barat.
Dari Gudang ke Aset Strategis
Gelombang minat ini membuat properti industri berubah status. Gudang dan pabrik yang sebelumnya dianggap aset sekunder, kini menjadi “emas baru” bagi pengembang.