PURWAKARTA ONLINE - Pada awal abad ke-16 M, Nusantara menjadi ajang pertarungan politik, agama, dan ekonomi.
Di tengah gelombang Islamisasi yang dipimpin oleh Kesultanan Demak, Kerajaan Pajajaran di Jawa Barat berusaha mempertahankan eksistensinya.
Salah satu langkah strategis yang diambil adalah menjalin aliansi dengan bangsa Portugis.
Tokoh sentral dalam perjanjian ini adalah Prabu Surawisesa, seorang raja yang berusaha menjaga kedaulatan kerajaannya di tengah tekanan dari kekuatan Islam yang semakin menguat.
Baca Juga: Dugaan Penyimpangan Dana PIP di SD Al Quran Al Huda Purwakarta, Siswa Tak Terima Bantuan Sejak 2020
Prabu Surawisesa, Pemimpin di Tengah Perubahan Zaman
Prabu Surawisesa, yang juga dikenal sebagai Ratu Samiam, adalah salah satu raja terkemuka Kerajaan Pajajaran.
Ia memimpin pada masa ketika kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara mulai mengalami kemunduran, sementara Islam semakin berkembang pesat.
Keberadaan Kesultanan Demak, yang berhasil menguasai Banten dan menyebarkan pengaruhnya ke Jawa Barat, menjadi ancaman serius bagi Pajajaran.
Sebagai pemimpin, Prabu Surawisesa menyadari bahwa Pajajaran membutuhkan sekutu kuat untuk menghadapi tekanan dari kekuatan Islam.
Baca Juga: Tragis! Pemuda Purwakarta Ditemukan Tewas Gantung Diri di Pohon Dekat Kandang Domba
Dalam situasi inilah, ia memutuskan untuk menjalin aliansi dengan Portugis, yang saat itu sedang mencari pijakan di Nusantara untuk menguasai perdagangan rempah-rempah.
Aliansi Pajajaran-Portugis, Strategi Bertahan di Tengah Ancaman
Pada tahun 1522, Prabu Surawisesa menandatangani perjanjian dengan Henrique De Leme, perwakilan Portugis.