Ngoet Euyyy! Istilah Kata Unik di Purwakarta, Mengungkap Makna Tersembunyi di Balik Kata Unik Ini

photo author
- Sabtu, 26 April 2025 | 20:21 WIB
Kata Ngoet Sering dipakai sebagian kecil masyarakat Purwakarta Foto: Ilustrasi lapar (freepik.com/8photo)
Kata Ngoet Sering dipakai sebagian kecil masyarakat Purwakarta Foto: Ilustrasi lapar (freepik.com/8photo)

PURWAKARTA ONLINE - Di tengah hiruk pikuk Purwakarta, terselip sebuah kata yang mungkin asing di telinga pendatang, namun begitu akrab di lidah sebagian warganya: "Ngoet".

Hal ini lebih dari sekadar penanda perut keroncongan, "Ngoet" menyimpan kekayaan budaya dan cara berkomunikasi unik yang patut untuk dikulik lebih dalam.

Bagi sebagian masyarakat Purwakarta, terutama di kalangan tertentu, "Ngoet" bukanlah sekadar sinonim dari lapar.

Kata ini memiliki akar yang menarik, terhubung erat dengan alam dan perilaku hewan.

Baca Juga: Viralnya Video Vania SMP Ngawi: Pentingnya Literasi Digital bagi Remaja dan Orang Tua

Konon, "Ngoet" berakar dari kata bahasa Sunda "mencakar". Asosiasi ini muncul dari gambaran hewan yang mencakar-cakar ketika merasa lapar, sebuah tindakan naluriah untuk mencari makan.

Analogi yang kuat ini kemudian melekat pada sensasi lapar pada manusia. Rasa perih dan keinginan kuat untuk segera mengisi perut diibaratkan dengan cakaran hewan yang tajam dan mendesak.

Uniknya, penggunaan kata "Ngoet" tidak hanya berhenti pada deskripsi rasa lapar semata. Lebih jauh dari itu, "Ngoet" bertransformasi menjadi sebuah kode tersendiri dalam interaksi sosial.

Ketika seseorang mengucapkan "Ngoet", seringkali ini bukan hanya sekadar pemberitahuan bahwa perutnya kosong. Lebih dari itu, "Ngoet" bisa menjadi sebuah ajakan halus untuk makan bersama.

Baca Juga: 4 Santri Gontor Magelang Meninggal Dunia Akibat Tandon Air Roboh, Pernyataan Resmi dari Pondok

Bayangkan, di tengah obrolan santai, seseorang berujar, "Euy, geus ngoet yeuh." (Wah, sudah ngoet nih).

Kalimat ini bisa diartikan sebagai, "Saya lapar," namun dalam konteks pergaulan akrab, seringkali mengandung implikasi, "Yuk, kita cari makan." Atau bahkan, "Saya ingin ditawari makan."

Fenomena ini tentu menarik. Sebuah kata yang lahir dari pengamatan perilaku hewan, kemudian berevolusi menjadi penanda kondisi fisik sekaligus alat komunikasi implisit.

"Ngoet" menjadi semacam "kode rahasia" yang hanya dipahami oleh sebagian kecil masyarakat Purwakarta, menciptakan kedekatan dan keakraban di antara penggunanya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Dadan Hamdani

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X