Dampak Sosial dan Psikologis
Beban utang yang besar bukan hanya menekan finansial, tetapi juga menghancurkan psikologis keluarga.
Sang istri yang baru berusia 28 tahun dan anak balita mereka ikut merasakan dampak penderitaan akibat kesalahan finansial sang ayah.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah. Banyak orang berutang bukan untuk produktivitas, tetapi untuk konsumsi dan gengsi semata.
Baca Juga: Puluhan Pelajar Purwakarta Diamankan Polisi, Diduga Terprovokasi Ajakan Medsos ke Jakarta!
Fenomena pinjol adalah cermin nyata tantangan ekonomi saat ini: ketika harga-harga naik, penghasilan terbatas, dan gengsi lebih tinggi daripada kesadaran finansial.
Pertanyaan besar pun muncul: sampai kapan masyarakat akan bergantung pada pinjol demi menutup kebutuhan, bahkan hanya untuk jaga gengsi?
Mulai sekarang yuk kita jaga kesehatan mental dengan tidak lagi mengguankan pinjol yang hanya untuk gengsi.***
Artikel Terkait
BRI Dorong Gaya Hidup Cashless di Festival Kuliner Kampoeng Tempo Doeloe 2025
Hadirkan Ratusan UMKM Kuliner, BRI Tawarkan Cashback & Program Menarik di Kampoeng Tempo Doeloe 2025
Deretan Kuliner Legendaris Hadir di Kampoeng Tempo Doeloe 2025, Ini Daftarnya!
Ikon Kuliner Purwakarta Meriahkan Festival Kampoeng Tempo Doeloe 2025, Sate Maranggi Jadi Primadona
Investor China Hadir di Purwakarta, Bupati Om Zein Janji Buka Ribuan Lapangan Kerja Baru
38 Ribu Pencari Kerja di Purwakarta, Investor China Siap Serap Tenaga Lokal Lewat Pelatihan
BRI Menangi KEHATI ESG Award 2025, Bukukan Rp73,45 Triliun Pendanaan Berkelanjutan
BRI Salurkan Rp73,45 T Dana Hijau, UMKM Jadi Motor Pertumbuhan Berkelanjutan
BRI Permudah Nasabah Aktifkan Rekening Dormant via BRImo, Gratis & Tanpa Setoran Minimal
Stop Pinjol Dari Sekarang! Kisah Tragis! Pria 30 Tahun Terjerat 21 Pinjol, Utang Membengkak Jadi Rp300