Selain mengajar, ia juga menulis beberapa propaganda untuk para kuli yang dikenal juga Deli Spoor.
Pada masa-masa itu, Tan Malaka mulai mengamati dan memahami penderitaan dan keterbelakangan hidup pribumi di Sumatra.
Dia juga sering menulisnya di media massa.
Salah satu karya dia berjudul Tanah Orang Miskin.
Tulisan tersebut berkisah tentang perbedaan mencolok kekayaan kaum kapitalis dan pekerja, yang dimuat di Het Vrije Woord.
Tan Malaka juga menulis tentang penderitaan para kuli di perkebunan teh di Sumatera Post.
5. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka)
Pria kelahiran 17 Februari 1908 yang dikenal dengan panggilan Buya Hamka ini merupakan seorang ulama dan juga sastrawan.
Dia melewatkan waktunya sebagai seorang wartawan, penulis, sekaligus pengajar.
Tak hanya itu, Hamka juga terjun dalam dunia politik melalui Partai Masyumi hingga partai tersebut dibubarkan.
Ia menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif di Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.
Universitas Al Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkan gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar.
Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk daftar Pahlawan Nasional Indonesia.
6. Tjipto Mangoenkoesoemo