PURWAKARTA ONLINE, Jakarta - Restrukturisasi utang dalam kerangka transformasi Garuda Indonesia merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah BUMN sehingga berhasil menyelamatkan maskapai penerbangan nasional itu dalam kondisi kritis, kata Prof. (H.C. UNS) Prasetio.
"Perusahaan juga semakin berlanjut dengan mendapat kepercayaan lebih dari 300 kreditur di dalam dan luar negeri," kata Prasetio yang juga Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Hal tersebut disampaikan Prasetio saat Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengukuhkan sebagai “Profesor Kehormatan Bidang Ilmu Hukum Bisnis” di Fakultas Hukum (FH) UNS dengan Sidang Terbuka Senat Akademik yang diselenggarakan di Auditorium G.P.H. Haryo Mataram UNS pada Sabtu (15/10).
Baca Juga: KH Anwar Nasihin: Bernegara harus meneladani akhlak Rasulullah SAW!
Capaian yang diraih Prasetio tersebut merupakan wujud komitmennya terhadap praktik Business Judgement Rule (BJR), sebagai bidang ilmu yang telah ditekuninya selama lebih dari 20 tahun terakhir.
BJR merupakan prinsip atau doktrin yang terdapat dalam hukum perusahaan yang bertujuan melindungi kebijakan atau keputusan bisnis yang diambil oleh direksi atas nama perseroan terbatas.
Dikatakan Presetio, tidak hanya itu, keberhasilan Garuda Indonesia memperoleh pengurangan utang dari 10,1 miliar dolar AS menjadi 5,1 miliar dolar AS juga membuat neraca perusahaan tersebut lebih sehat bagi pertumbuhan berkelanjutan di masa mendatang.
Disamping itu, usai homologasi, Garuda Indonesia dapat membukukan laba bersih sebesar 3,76 miliar dolar AS dimana perolehan laba bersih tersebut dikontribusikan dari hasil restrukturisasi keuangan melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dicatatkan melalui laba buku perusahaan, sehingga saat ini Garuda Indonesia memiliki solvabilitas yang lebih kuat .
Dalam pandangan akademisnya, terhadap prinsip dasar praktik BJR khususnya melalui proses rekstrukturisasi kinerja usaha, Prasetio menilai bahwa terdapat 4 fundamen penting yang perlu diperhatikan, pertama Good Faith, Best Interest, dan Prudentiality, kedua menghindari kerugian yang lebih besar (azas manfaat), ketiga menghindari pelampauan kewenangan, dan keempat kepatuhan.
Dia melihat penting bagi praktisi bisnis dan sektor riil khususnya level eksekutif manajemen BUMN untuk memiliki kapabilitas BJR yang baik.
Baca Juga: Gus Baha: Orang Islam Harus Zakat, Artinya Harus Baik Secara Ekonomi!
Hal ini erat kaitannya dengan masih lemahnya pemahaman atas BJR yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya kajian atau justifikasi tertulis sebelum pengambilan keputusan.
Disamping itu adanya potensi pelampauan kewenangan hingga masih terdapat potensi terjadinya kepentingan pribadi (moral hazard) juga merupakan penyebab BJR tidak dapat terimplementasi dengan optimal.
Artikel Terkait
Ketua Rijalul Ansor Jabar, KH Ahmad Anwar Nasihin Berikan Tausiyah Muludan Legokbarong
KH Anwar Nasihin: Bernegara harus meneladani akhlak Rasulullah SAW!
KH Anwar Nasihin: Jangan Salah Paham tentang Juhud, Kanjeng Rasul itu Eksportir!
Cerita Akhlak Rasulullah, KH Anwar Nasihin: Nabi paling baik terhadap keluarga, tidak memukuli istri (KDRT)
KH Anwar Nasihin: Banser siap mati? Jangan! Banser harus siap hidup, berislam jangan lemah!
Kemenkeu sebut G20 Indonesia ukir sejarah, kumpulkan FIF 1,4 miliar dolar!
Untuk Seminar Internasional, Mahasiswa UT jadikan Poktan Barong Mulya Purwakarta sebagai Objek Riset!
Jalan RA Kartini Jaksel AMBLAS! Warga Harus Cari Jalan Alternatif
Sandiaga Uno ungkap potensi Indonesia jadi aktor kunci keuangan syariah di dunia!
Gus Baha: Orang Islam Harus Zakat, Artinya Harus Baik Secara Ekonomi!