PURWAKARTA ONLINE, Yogyakarta – Suara gemuruh Pasar Beringharjo tak pernah sepi.
Di antara riuh pedagang dan pembeli, ada satu warung yang tetap bertahan sejak puluhan tahun lalu, Warung Bu Sum.
Tempat makan legendaris ini bukan sekadar penyedia hidangan, melainkan saksi bisnis keluarga yang bertahan hingga tiga generasi.
Aroma rempah sate kere—daging sandung lamur dibakar dengan bumbu kecap—menguar dari dapur kecil.
Di meja panjang, pelanggan setia menikmati gulai sapi dan soto daging, sementara Udiyanti, penerus usaha keluarga, sibuk melayani.
"Omzet bisa belasan juta per hari, apalagi saat liburan Lebaran," ujarnya.
Tapi, kesuksesan ini bukan datang instan.
Dari Warung Tanpa Nama Hingga Legenda Kuliner
Awalnya, Warung Bu Sum hanyalah lapak kecil tanpa nama.
Didirikan tahun 1960-an, warung ini mengandalkan cita rasa autentik Jawa, sate kere, nasi gudeg, mangut lele. Perlahan, reputasinya meroket.
Namun, tantangan datang.
Peralatan usang, kapasitas terbatas, dan persaingan ketat membuat Udiyanti sadar, butuh suntikan dana.
Baca Juga: Siapakah Sosok Bidan Rita yang Videonya Viral? Ini Dia Ulasannya